CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA- Kuasa hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, Benhur Tomi Mano-Yermias Bisai (BTM-YB), menilai pasangan calon nomor urut 02, Mathius D. Fakhiri-Aryoko Rumaropen atau (Mari-Yo), tidak memiliki kedudukan hukum dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Papua 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Gugatan yang diajukan Mari-Yo tidak memenuhi syarat formil lantaran tidak memenuhi ambang batas perselisihan suara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan," ungkap Kuasa Hukum BTM-YB, Ronny Talapessy, dalam sidang di MK Kamis (30/1/2025).
Ronny mengungkapkan adanya peningkatan jumlah suara yang signifikan di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) di Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura.
Berdasarkan sertifikat C hasil, suara Mari-Yo di distrik tersebut awalnya hanya 8.125 suara, namun dalam sertifikat D hasil kecamatan meningkat menjadi 17.262 suara.
Kenaikan ini terutama terjadi di beberapa kelurahan, seperti Ardipura, Entrop, Argapura, dan Hamadi. Dengan total tambahan suara mencapai 9.137 suara.
"Jika tidak terjadi penggelembungan suara di Distrik Jayapura Selatan, selisih suara antara BTM-YB dan Mari-Yo di seluruh Papua seharusnya mencapai 16.110 suara atau 3,8 persen," jelas Ronny.
Namun, dengan adanya kenaikan suara di Distrik Jayapura Selatan, selisih suara antara kedua pasangan calon menjadi 1,35 persen.
Hal ini membuat gugatan memenuhi syarat ambang batas perselisihan suara dalam PHPU, yakni maksimal 2 persen dari total suara pemilih di Papua.
"Tapi jika mengacu pada sertifikat C hasil, selisih suara kedua pasangan ini sebenarnya mencapai 3,8 persen, sehingga gugatan ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat," lanjut Ronny.
Dalam gugatannya, pasangan Mari-Yo meminta MK membatalkan hasil Pilkada Papua dan menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS di Kabupaten Mamberamo Raya dan Sarmi.
Namun, menurut Ronny, permohonan tersebut dianggap kabur karena tidak disertai uraian atau fakta hukum yang jelas yang menunjukkan adanya pelanggaran di dua kabupaten tersebut.
Ronny juga menyebut bahwa saksi dari pasangan Mari-Yo telah menandatangani sertifikat D hasil tanpa keberatan, sehingga tidak ada dasar hukum yang kuat untuk mengajukan PSU.
Selain itu, pemohon tidak menguraikan kesalahan yang dilakukan oleh KPU dalam rekapitulasi suara.