CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA- Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pilgub Provinsi Papua akan siap digelar pada tanggal 6 Agustus 2025.
Adapun PSU di Provinsi Papua tetap kembali di ikuti dua pasangan calon yakni, Benhur Tomi Mano-Costan Karma (BTM-CK) dan Matius D.Fakiri-Aryoko Rumaropen (MARI-YO).
Pelaksanan PSU ini diharapkan berjalan lancar dan tanpa ada hambatan, hingga pada penetapan calon terpilih nanti.
Sementara itu terkait PSU Papua tersebut dimana dua Praktisi Hukum dari Maralanaga Law Firm (MLF) Jakarta yakni, Robinar Panggabean, S.H dan Doris Manggalang Raja Sagala, S.H memberikan tanggapan
"Yang kita harapkan PSU Papua berjalan aman dan lancar dan tampa adanya kecurangan lagi,"ungkap Robinar Panggabean, S.H saat dihubungi Ceposonline.com, Jumat (1/8/2025) sore.
Menurutnya, PSU Papua dilaksanakan di tengah efisiensi anggaran baik itu APBN dan APBD oleh Pemerintah Pusat.
Sehingga hal ini sangat berdampak
pada berbagai sektor ekonomi pemerintahan maupun bagi masyarakat pada umumnya.
Kata Robinar Panggabean bahwa, salah satu catatan penting dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 adalah Presiden
menginstruksikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur dan Bupati/Wali Kota, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk melakukan efisiensi APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Lalu pasca Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 304 PHPU.GUB-XXIII/2025 telah memerintahkan KPU Provinsi Papua untuk melaksanakan PSU Pilgub Papua yang akan
dilaksanakan pada tanggal 06 Agustus 2025.
Adapun anggaran yang telah disepakati untuk digunakan dalam PSU Papua sebesar Rp165,95 miliar.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah PSU yang akan dilaksanakan pada tanggal 06 Agustus 2025 dapat kembali digugat di tengah efisiensi anggaran ini.
Robinar Panggabean, S.H yang juga sebagai pemerhati hukum ini menjelaskan, terdapat dua sudut pandang yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Yang pertama jika mengacu pada Pasal 157 UU Nomor 10 Tahun 2016 Jo. Pasal 49
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 17 Tahun 2024 Jo Putusan MK No. 85/PUUXX/2022 Jo Pasal 473, 474 dan 475 UU Pemilu, tidak memberikan batasan berapa kali gugatan dapat diajukan ke MK.
Apalagi jika nantinya terdapat bukti kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.