“ Sebelum orang Jakarta mengenal musik modern, orang Papua sudah lebih dulu tampil dengan Black Brothers. Bahkan sebelum orang Jakarta pandai bermain bola, orang Papua sudah punya bakat itu,” tambahnya.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua Tengah mendorong pembentukan regulasi yang mengatur perlindungan seni dan budaya lokal. Melalui Dewan Kesenian, Nawipa meminta agar dilakukan kajian akademis yang nantinya menjadi dasar lahirnya peraturan gubernur maupun peraturan daerah.
Selain perlindungan, Nawipa juga menekankan pentingnya kreativitas dalam menghidupkan kembali ekspresi budaya Papua, seperti festival seni, pameran budaya (Expo), hingga tarian Yospan. “Anak-anak muda harus difasilitasi agar bisa mengekspresikan seni. Jangan hanya festival anak sekolah, tapi juga festival untuk orang dewasa. Kita hidupkan tarian, musik, dan ekspresi budaya kita. Itu adalah fondasi harga diri orang Papua,” katanya.
Lebih jauh, Nawipa mencontohkan negara-negara Melanesia seperti Vanuatu dan Solomon Islands yang berhasil menjadikan musik sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. “Dari pesawat hingga bandara, musik Melanesia selalu hadir. Itu luar biasa. Papua juga harus bisa menempatkan musik dan budaya sebagai identitas utama,” tambahnya.
Menutup arahannya, Nawipa menegaskan rasa bangganya menjadi orang Papua.
“ Saya bangga menjadi orang Papua. Papua tetap Papua, dengan seluruh potensi seni, budaya, dan olahraga yang kita miliki. Tinggal bagaimana kita bersatu dan membangunnya dengan dasar hukum yang kuat,” pungkas Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa. (*)