“Kita minta agar kelompok sipil bersenjata tidak secara gerilya melakukan aksi aksi yang seporadis, karena itu akan mengakibatkan reaksi lebih besar dari aparat keamanan yang ada di Intan Jaya.”
“Juga sebaliknya, kita juga meminta aparat yang ada di sana dalam operasi penegakan hukm harus terukur,” pintanya.
Komnas HAM juga berharap, Pj Gubernur Papua Tengah harus mengambil langkah dalam rangka penanganan konflik yang terjadi di wilayah Intan Jaya.
“Sekali lagi Intan Jaya adalah satu wilayah yang rawan konflik, di sana terdapat tiga basis kelompok sipil bersenjata.”
“Selain itu, merupakan wilayah lintasan yang bisa ke Timika, Puncak, Paniai, Nabire dan wilayah lainnya yang ada di tanah Papua,” ucapnya.
Baca Juga: Kembali di Intan Jaya, KKB Bakar Rumah Dinas ASN
Sementara itu, Komnas HAM juga mengklaim jika Yusak Sondegau yang tewas tertembak di Inta Jaya pada Minggu (20/1/2024) merupakan warga sipil.
“Sondegau belum bisa diverifikasi tentang status dia sebagai kelompok sipil bersenjata, saya sudah cek kepada salah satu kubu yang ada di Intan Jaya bahwa mereka tidak menyebut yang bersangkutan sebagai jaringan mereka,” kata Frits.
Adapun rekomendasi Komnas HAM untuk konflik yang sedang terjadi di Intan Jaya yakni, Blok Wabu menjadi trigger perhatian.
Pengoperasian Blok Wabu harus mendapatkan restu dari masyarakat pemilik hak ulayat, bukan atas rekomendasi dari pemerintah provinsi.
Sebab, masyarakat Intan Jaya trauma dengan PT Freeport.
Rekomendasi lainnya, mendorong pemerintah Pj Bupati Intan Jaya untuk terus melakukan tanggung jawabnya dengan memberi layanan kepada masyarakat yang terdampak akibat konflik.
“Terkait dengan pengungsi yang ada di Intan Jaya, bupati segera melakukan pemulihan dan penanganan kebutuhan para pengungsi yang sedang mengungsi,” pungkasnya. (*)