Lebih lanjut, Gobai menyebutkan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM di Papua hanya dapat ditempuh melalui dua mekanisme, yakni pembentukan Pengadilan HAM di Papua dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
“Presiden harus punya kemauan politik untuk membentuk KKR dan Pengadilan HAM di Tanah Papua,” tegasnya.
Sementara itu, Akademisi Universitas Cenderawasih, M. Hetaria dalam pemaparannya menyatakan bahwa lambannya penyelesaian pelanggaran HAM di Papua disebabkan belum adanya usulan tegas dari para gubernur di Tanah Papua kepada Presiden Republik Indonesia.
Ia mengutip Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang menyebutkan bahwa pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dilakukan atas usulan gubernur dan selanjutnya ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
“Tanpa adanya usulan resmi dari para gubernur, maka KKR tidak akan pernah terbentuk,” ujar Prof Hetaria.
Ketua STIH Mimika, Maria Florida Kotorok, menjelaskan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) masih menjadi realitas kuat di Papua dan memiliki landasan konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 18B UUD 1945.
Menurutnya, ketentuan tersebut telah diimplementasikan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, termasuk Pasal 50 tentang Peradilan Adat, yang memungkinkan hukum adat berfungsi sebagai bagian dari sistem hukum nasional.
“Sebagai satu-satunya perguruan tinggi hukum di Provinsi Papua Tengah, STIH Mimika merasa berkewajiban terlibat aktif dalam penguatan pemahaman hukum, termasuk isu pelanggaran HAM dan peradilan adat,” ujarnya.
Ia menambahkan, melalui seminar akhir tahun ini, STIH Mimika menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan membuka ruang diskusi, pertukaran gagasan, serta perumusan rekomendasi terkait living law dan penyelesaian pelanggaran HAM di Papua.
Seminar tersebut dilaksanakan secara luring dan daring, dengan metode pemaparan materi, diskusi, tanya jawab, serta perumusan rekomendasi.
Sejumlah narasumber turut dihadirkan, di antaranya Dirjen Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan RI, Kepala BP30KP Papua Tengah yang diwakili Ruben Magai, Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits Ramandey, serta Dosen STIH Mimika Marvey Dangeubun.(*)