Di ujung landasan panjang Bandara Frans Kaisiepo yang menghadap birunya Samudra Pasifik, Biak menyimpan cerita pilu sepanjang tahun 2024.
Aktivitas bandara yang dulunya ramai dengan lalu lintas pesawat, hiruk-pikuk penumpang, dan pergerakan kargo kini meredup.
LAPORAN: ISMAIL, Biak
Tidak ada lagi pesawat yang membawa hasil bumi Biak ke Narita, Jepang, seperti tahun sebelumnya.
Di tengah bayang-bayang penurunan ekonomi, harapan akan kebangkitan kembali muncul—dengan mimpi besar menjadikan Biak sebagai sentra logistik kargo dan pusat perawatan pesawat pertama di Tanah Papua.
Sepanjang tahun 2024, perekonomian di Kabupaten Biak Numfor mengalami tekanan signifikan, terlihat dari penurunan drastis aktivitas di Bandara Frans Kaisiepo Biak.
General Manager Angkasa Pura I, Iwan Sanusi, mengungkapkan bahwa traffic pesawat, penumpang, dan kargo semuanya menurun dibandingkan tahun 2023.
"Jumlah penerbangan turun hingga 50 persen, penumpang berkurang 18 persen, dan kargo yang sebelumnya digadang-gadang naik justru turun 34 persen.”
“Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Biak yang belum optimal dan rendahnya permintaan penumpang serta maskapai," ujar Iwan Sanusi dalam wawancara eksklusif, akhir tahun 2024 kemarin.
Penurunan ini semakin terasa setelah ditutupnya penerbangan langsung internasional, seperti rute kargo ke Narita, Jepang, yang dahulu menjadi salah satu andalan Bandara Frans Kaisiepo untuk melakukan ekspor Ikan Tuna.
"Ketiadaan penerbangan internasional membuat aktivitas di bandara menjadi sangat rendah, baik untuk pesawat udara, penumpang, maupun kargo," tambahnya.
Melihat tantangan tersebut, Iwan Sanusi menegaskan pentingnya langkah strategis untuk menumbuhkan kembali perekonomian di Biak.
Salah satu rencana besar adalah menjadikan Bandara Frans Kaisiepo sebagai Bandara Sentra Logistik Kargo untuk suplai bahan pangan seperti hasil bumi dan hasil laut, ke wilayah sekitar.