• Minggu, 21 Desember 2025

Eks Lokasi Prostitusi Tanjung Elmo: Dari Gemerlap, Kini Sunyi Seperti Kuburan

Photo Author
- Kamis, 28 Agustus 2025 | 14:32 WIB
Nano ketika memperlihat bangunan musala yang ada di lokasi eks prostitusi Tanjung Elmo, Sentani, yang masih tersisa walaupun sebagian sudah hancur, Kamis (28/8).(CEPOSONLINE.COM/PRIYADI)
Nano ketika memperlihat bangunan musala yang ada di lokasi eks prostitusi Tanjung Elmo, Sentani, yang masih tersisa walaupun sebagian sudah hancur, Kamis (28/8).(CEPOSONLINE.COM/PRIYADI)

Tempat prostitusi Tanjung Elmo, yang berada di Sentani, Kabupaten Jayapura, telah ditutup secara resmi Pemkab Jayapura Tahun 2016. Lalu, bagaimana kondisinya sekarang ?

LAPORAN: PRIYADI - SENTANI

Nama Tanjung Elmo di Sentani, Kabupaten Jayapura, dulu begitu akrab di telinga banyak orang. Sejak awal 1980-an, kawasan di tepi Danau Sentani itu menjadi lokalisasi prostitusi terbesar di Papua.

Deretan wisma dengan nama Mawar, Melati, Anggrek menjadi simbol kehidupan malam yang semarak yang menyisakan luka sosial mendalam.

Namun, semua itu berubah sejak tahun 2015 hingga 2016. Ketika Pemerintah Kabupaten Jayapura di bawah kepemimpinan Bupati Mathius Awoitauw mengambil langkah tegas membongkar dan menutup permanen Tanjung Kiri kala itu.

Satu per satu wisma dihancurkan dengan alat berat, hingga tak bersisa. Penutupan ini disambut gembira masyarakat adat dan tokoh agama, yang menilai lokalisasi hanya membawa derita penyebaran HIV/AIDS, keretakan rumah tangga, hingga hilangnya masa depan generasi muda.

Meski begitu, tak semua menyambut gembira. Para wanita tunasusila (WTS) melayangkan protes. Mereka kehilangan mata pencaharian, sementara janji solusi dari pemerintah tak sepenuhnya hadir.

Ada yang pulang kampung ke Jawa, sebagian ke Merauke, Nabire, Timika, bahkan ada yang tetap bertahan dengan jalan hidup lain.

Hampir sembilan tahun berselang, Kamis (28/8) kemarin, wartawan Cenderawasih Pos kembali menyusuri jejak Tanjung Elmo. Lokasinya mudah dijangkau dari jalan raya Abepura–Sentani.

Namun, memasuki area bekas lokalisasi, suasana berubah drastis: jalan kecil dipenuhi rumput ilalang setinggi dada, pepohonan rimbun, dan kesunyian yang pekat.

Di tengah perjalanan, tampak beberapa warga yang masih bertahan. Mereka bukan lagi pekerja malam, melainkan petani ikan dengan usaha karamba di tepi danau.

“Sekarang, tinggal sedikit orang di sini. Yang lain sudah pergi sejak lama,” ujar Nano Baikman, seorang warga yang ditemui di lokasi.

Nano bukan orang asing di Tanjung Elmo. Dahulu, ia bekerja sebagai sekuriti di salah satu wisma.

“Dulu ada sekitar 35 wisma. Namanya macam-macam, ada Melati, Mawar, Sayang. Ramai sekali waktu itu. Saya hafal betul siapa saja yang kerja di sini,” kenangnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Elfira Halifa

Tags

Rekomendasi

Terkini

Melindungi Hak Ulayat Masyarakat Adat Waropen Papua

Selasa, 25 November 2025 | 15:54 WIB

Garis Depan! Noval Monim Nakes di Negeri Tapal Batas

Rabu, 19 November 2025 | 20:48 WIB

Sinergi Dalam Filosofi Menuju Indonesia Sejahtera

Rabu, 29 Oktober 2025 | 20:10 WIB

Menyusuri Jalan Luka Menuju Negeri Seribu Ombak

Rabu, 23 April 2025 | 20:39 WIB
X