• Minggu, 21 Desember 2025

Beras Oplosan, antara Kebutuhan Pasar dan Kejujuran Produsen, serta Hal yang Jarang Orang Ketahui

Photo Author
- Senin, 21 Juli 2025 | 13:42 WIB
Kepala Bulog Cabang Biak Numfor, Armin Bandjar, menyampaikan pandangan pribadi dan profesionalnya mengenai praktik beras oplosan. (CENDERAWASIH POS/ISMAIL )
Kepala Bulog Cabang Biak Numfor, Armin Bandjar, menyampaikan pandangan pribadi dan profesionalnya mengenai praktik beras oplosan. (CENDERAWASIH POS/ISMAIL )

Isu beras oplosan kembali mencuat ke permukaan, memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat.

Namun di balik kontroversi istilah “oplosan,” terdapat dinamika pasar dan preferensi konsumen yang kompleks.

Kepala Bulog Cabang Biak Numfor, Armin Bandjar, menyampaikan pandangan pribadi dan profesionalnya mengenai praktik pencampuran beras ini.

LAPORAN ISMAIL - BIAK NUMFOR

Di tengah meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap praktik pencampuran beras atau yang kerap disebut beras oplosan, Kepala Bulog Cabang Biak Numfor, Armin Bandjar, angkat bicara memberikan pandangan yang menyeimbangkan antara realitas industri dan hak konsumen.

Ia menilai bahwa istilah “oplos” seharusnya tidak selalu dikonotasikan negatif, karena dalam praktiknya, pencampuran beras dari berbagai daerah adalah hal umum yang dilakukan produsen demi memenuhi selera pasar akan rasa, tekstur, dan harga.

Namun, ia juga menyoroti pentingnya transparansi dan pengawasan agar masyarakat tetap mendapat pangan yang sehat dan sesuai standar.

Menurut Armin, istilah "oplos" seharusnya tidak selalu dikaitkan dengan praktik negatif.

Dalam industri beras, mencampur beras dari berbagai daerah merupakan praktik umum yang dilakukan produsen besar untuk mencapai cita rasa, tekstur, dan harga tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar.

“Produsen besar biasanya sudah berkecimpung puluhan tahun, mereka tahu beras dari Sumatera dicampur dengan Jawa atau Sulawesi hasilnya akan seperti apa. Pelanggan pun punya preferensi masing-masing,” jelasnya.

Namun, ia menggarisbawahi pentingnya kejujuran dari produsen dalam menyampaikan komposisi campuran tersebut kepada publik.

Sayangnya, hal ini jarang terjadi karena dianggap sebagai “rahasia dagang”, sehingga konsumen tidak tahu beras yang mereka konsumsi berasal dari mana dan melalui proses apa.

Armin menekankan bahwa jika praktik pencampuran beras dilakukan tanpa transparansi, barulah muncul persoalan.

“Kalau mencampur tapi tidak terbuka soal isinya, masyarakat tidak tahu apa yang mereka makan. Ini yang perlu diawasi pemerintah,” ujarnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Gratianus Silas

Tags

Rekomendasi

Terkini

Melindungi Hak Ulayat Masyarakat Adat Waropen Papua

Selasa, 25 November 2025 | 15:54 WIB

Garis Depan! Noval Monim Nakes di Negeri Tapal Batas

Rabu, 19 November 2025 | 20:48 WIB

Sinergi Dalam Filosofi Menuju Indonesia Sejahtera

Rabu, 29 Oktober 2025 | 20:10 WIB

Menyusuri Jalan Luka Menuju Negeri Seribu Ombak

Rabu, 23 April 2025 | 20:39 WIB
X