CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA – Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Tinggi Papua, menetapkan mantan Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Papua sebagai tersangka, atas kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran tahun 2019-2021.
Selain menetapakan Ketua LPMP dengan inisial AH sebagai tersangka.
Kejati Papua juga menetapkan dua tersangka lainnya yaitu bendahara pengeluaran berinisial AI, dan bendahara penerima berinisial ER.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua, Nixon Nikolaus Nilla Mahuse menyampaikan, ketiganya telah dilakukan penahanan terhitung sejak Jumat (24/10) hingga 20 hari ke depan.
“Ketiganya ditahan di Rutan Mapolda Papua, hingga 20 hari ke depan sembari menunggu proses selanjutnya yaitu penuntutan di pengadilan,” terangnya, saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat (24/10/2025).
Sementara Kepala Seksi Penyidikan Kejati Papua, Valery Dedy Sawaki menerangkan, penetapan tersangka berdasarkan hasil penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran di LPMP Provinsi Papua, Tahun Anggaran 2019 hingga 2021.
Penetapan ketiga tersangka setelah penyidik berhasil menemukan dua alat bukti bahkan lebih, sehingga dianggap cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka.
“Penyidik juga telah memeriksa saksi, surat dokumen serta berdasarkan penghitungan ahli kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp 43 miliar."
"Masing-masing terbagi atas pengeluaran anggaran APBN sebesar Rp 34 miliar dan pengelolaan PNBP Rp8 miliar,” ungkap Dedy.
Modusnya adalah, anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2020–2021 yang ditagih, yang seharusnya sisanya disetorkan.
Namun, tersangka tidak menyetorkan dan digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Mereka menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi di antaranya merehab rumah, membeli mobil dan lainnya,” katanya.
Sambungnya, kemudian dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui mekanisme uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GUP) sepanjang 2019–2021 dengan anggaran sebesar Rp 34 miliar digunakan juga untuk kepentingan pribadi.
“Dalam pengelolaan anggaran senilai Rp 34 miliar, mereka juga menggunakannya untuk kepentingan pribadi dan belanja fiktif yang tidak dapat dipertanggungjawabkan para tersangka,” bebernya.