CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA – Anggota DPR Papua, Boy Markus Dawir, menegaskan bahwa tidak ada satupun regulasi dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) yang mengatur Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) harus dari unsur adat.
Hal ini ditegaskan Boy menyusul adanya pro – kontra perihal kursi Ketua MRP yang harus dijabat dari adat.
“Dalam UU 21/2001 maupun perubahannya dalam UU 2/2021 tentang Otsus, serta Peraturan Pemerintah dan perdasusnya, tidak ada satupun regulasi yang dikeluarkan oleh negara yang perintahnya Ketua Majelis Rakyat Papua itu harus dari unsur adat.”
“Ini yang mungkin saya luruskan sedikit terkait perbedaan pandangan yang ramai dibicarakan di publik soal jabatan Ketua MRP harus dari adat,” ujar Boy kepada Ceposonline.com, Jumat (10/11/2023).
Pria yang akrab disapa BMD itu menyebutkan bahwa klaim terkait Ketua MRP harus dijabat dari unsur adat itu salah.
"Ingat bahwa tidak ada perintah undang-undang terkait itu, sehingga kita jangan buat tafsiran sendiri," tegas BMD.
"Ketua MRP itu sudah diatur dalam mekanismenya, di mana dia dipilih dari dan oleh anggota MRP itu sendiri," jelasnya lagi.
Tak ayal, seharusnya merujuk pada aturan yang ada.
"Jadi, saya harapkan untuk kita semua, sebagai warga negara Indonesia yang sadar dan taat aturan, agar mari kita junjung tinggi aturan-aturan yang sudah ada," bebernya.
BMD meminta masyarakat tidak buat tafsiran sendiri yang dapat menimbulkan polemik baru.
“Kalau dalam aturan ditetapkan bahwa calon Ketua MRP dari unsur adat, berarti MRP wajib diisi orang-orang adat saja.”
“Kalau Ketua MRP hanya diperbolehkan dari unsur Agama, ya buat saja FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dan mereka yang duduk di MRP.”
“Kalau Ketua MRP hanya boleh dari unsur perempuan, sekalian saja MRP ini diisi dari anggota organisasi perempuan,” jelasnya.