“Operasi militer itu akan meninggalkan banyak dampak terhadap masyarakat sipil; pendidikan hancur, ekonomi hancur, gereja ditutup,” tuturnya.
Menurut Pale, gelombang pengungsian yang berkepanjangan berpotensi melahirkan kemiskinan permanen di wilayah tersebut.
Pale juga menyoroti peningkatan intensitas operasi setelah pergantian pemerintahan dan meminta negara mencari pola kehadiran aparat yang tidak menimbulkan ketakutan.
Pale juga berharap, kehadiran aparat keamanan di wilayah itu seharusnya dapat menciptakan rasa aman serta hidup berdampingan dengan masyarakat.
Terkait kondisi terkini, Pale meminta Pemerintah Kabupaten Nduga bersama DPRK dan aparat setempat segera turun tangan mendata, mengevakuasi, dan memfasilitasi warga yang mengungsi.
“Ini bulan Desember tetapi keadaan seperti ini dan kita tidak bisa tunggu orang itu mati baru menolong--tapi harus segera menolong supaya orang itu tidak mati,” tegasnya.
Sebagai informasi, dalam beberapa waktu terakhir, wilayah Distrik Gearek, Pasir Putih, dan Distrik Wosak di Kabupaten Nduga dilaporkan menjadi lokasi operasi keamanan aparat TNI-Polri terhadap kelompok bersenjata.
Operasi tersebut mencakup pergerakan pasukan dan penggunaan helikopter, yang menurut para wakil rakyat setempat berujung perpindahan warga dari kampung-kampung mereka ke hutan dan wilayah lain yang lebih aman.
Hingga pertengahan Desember 2025, belum ada data resmi yang terkonfirmasi mengenai jumlah pengungsi, lokasi pasti pengungsian, serta kondisi keselamatan warga sipil.
Untuk itu, Pale pun mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan perlindungan HAM, penerapan hukum humaniter, serta transparansi informasi agar warga sipil tidak terus menjadi pihak yang paling terdampak dalam situasi konflik bersenjata.
*Tanggapan DPRK Nduga Tentang Operasi Militer; Minta Tarik Pasukan*
Anggota Komisi C DPRK Nduga, Matius Kerebea, menyebut pada 10 Desember 2025 terjadi penyerangan lewat udara menggunakan enam helikopter.
Dijelaskan bahwa keesokan harinya, operasi kembali dilanjutkan dengan tiga helikopter yang beroperasi di Distrik Gearek.
“Menyangkut beberapa hari yang lalu tanggal 10 Desember, pada saat hari HAM Sedunia, TNI-Polri melakukan penyerangan lewat udara menggunakan 6 helikopter, itu di hari pertama. Dan hari kedua, 3 helikopter yang beroperasi di Distrik Gearek,” ujar Matius dalam pernyataan rekaman suaranya kepada awak media, Minggu malam.
Ia menyatakan kekecewaan dan penyesalan atas operasi tersebut, serta meminta pemerintah pusat—khususnya bagian HAM—melakukan pengawalan agar tidak ada warga sipil yang menjadi korban.