Indonesia saat ini sedang bergerak menuju satu tujuan besar yakni menjadi bangsa yang makmur, adil, dan berkelanjutan (sustainable). Namun jembata menuju ke sana tidak cukup dengan percepatan pembangunan fisik.
LAPORAN: Dr Yosua Noak Douw, Ssos, M.Si, MA, Doktor lulusan Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua.
Bangsa ini membutuhkan manusia–manusia unggul, berkarakter, dan tangguh menghadapi perubahan dan tantangan zaman. Di titik ini filosofi olah pikir, olah rasa, dan olahraga menjadi kebutuhan fundamental dan relevan sebagai platform pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Filosofi ini sederhana. Namun, ia memiliki daya transformasi luar biasa. Bukan sekadar bicara akademik dan karir, tetapi menyentuh aneka dimensi manusia: kepala, hati, dan tubuh. Jika ketiganya berkembang seimbang lahir manusia paripurna yang mampu menggerakkan bangsa menuju kesejahteraan sejati dan hakiki.
Bahkan lebih dari itu karena saat ini tantangan Indonesia tidak bisa dipikul sendiri oleh pemerintah pusat. Kolaborasi menjadi kata kunci. Sinergi antara kementerian dan lembaga pemerintah dan pon-pemerintah dengan pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota menjadi kebutuhan yang tak boleh tanggal. Kita harus keluar dari pola kerja sektoral yang terfragmentasi. Bangsa ini adalah orkestrasi besar. Ia mampu menghasilkan simfoni bila semua instrumen bergerak dalam nada dan irama.
Cerdas Ciptakan Kemajuan
Olah pikir menekankan pentingnya kecerdasan intelektual, inovasi, dan literasi dalam berbangsa. Dalam konteks global yang serba cepat, bangsa yang berpikir lambat akan tertinggal jauh. Karena itu, Indonesia perlu dan harus mendorong dalam beberapa aspek.
Pertama, pendidikan berkualitas dan merata sampai pelosok negeri. Kedua, penguasaan teknologi digital dan kecakapan masa depan. Ketiga, budaya riset yang membumi dan menyelesaikan masalah nyata. Keempat, kewirausahaan yang memberdayakan ekonomi masyarakat.
Kemajuan ekonomi selalu dimulai dari kemajuan berpikir. Tanpa olah pikir bangsa ini tidak mampu menemukan solusi atas kemiskinan, disparitas antarwilayah, dan krisis iklim. Itulah mengapa negara maju menempatkan pengetahuan, knowledge sebagai fondasi utama pembangunan.
Namun, kecerdasan saja bukan jaminan bangsa ini lebih berkeadaban. Kita pernah menyaksikan betapa korupsi dan manipulasi dilakukan oleh para elit, pengusaha bahkan mereka yang berpendidikan tinggi. Di sini dibutuhkan elemen tambahan: olah rasa.
Berkarakter Menjaga Keutuhan
Olah rasa adalah ruang pembentukan moral, spiritual, dan sensitivitas sosial. Ia memastikan kecerdasan tidak berubah menjadi keculasan. Nilai seperti empati, gotong royong, kejujuran, dan rasa keadilan harus tertanam dalam diri setiap anak bangsa. Di era polarisasi dan post-truth, olahrasa menjadi jangkar yang menjaga bangsa dari perpecahan dan dehumanisasi.
Pelestarian seni, adat, dan budaya bukanlah hal pinggiran namun merupakan identitas. Indonesia kuat karena keberagamannya. Papua, Jawa, Minang, Batak, Bugis, Bali, Sunda, Dayak dan suku-suku lainnya bukan penghalang, tetapi pilar peradaban dan mozaik indah di persada nusantara.