Jakarta, 15/5 (ANTARA) - Di tengah hiruk-pikuk peradaban digital yang terus berkembang, perayaan Hari Buku Nasional pada tanggal 17 Mei menjadi momen penting untuk merenungkan peran serta transformasi literasi kesehatan.
Di era yang serba cepat ini, literasi kesehatan tidak hanya sekadar memahami informasi kesehatan, tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks Transformasi Literasi Kesehatan 6.0, buku memiliki peran krusial sebagai jembatan pengetahuan yang memperkuat fondasi literasi kesehatan masyarakat.
Menurut Dr. Nila Djuwita F. Moeloek, seorang ahli kesehatan publik dan mantan Menteri Kesehatan Indonesia, kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi kesehatan adalah kunci utama dalam mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Hal ini mengingatkan kita bahwa literasi kesehatan bukan hanya tentang akses informasi, tetapi lebih tentang kemampuan menginterpretasi dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan informasi tersebut.
Dalam menghadapi banjir informasi di era digital, buku-buku berkualitas menjadi sumber yang tak ternilai. Buku memberikan konteks, kedalaman analisis, dan kesinambungan pengetahuan yang sering kali tidak dapat diberikan oleh sumber-sumber informasi yang bersifat sementara atau superfisial. Oleh karena itu, pengembangan dan penyebarluasan buku yang berkualitas di bidang kesehatan menjadi sangat vital.
Para pakar literasi kesehatan juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembelajaran melalui bacaan, seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, pakar kesehatan masyarakat, bahwa pendidikan kesehatan yang efektif adalah yang mampu menginspirasi masyarakat untuk berubah, bukan hanya sekadar memberi tahu apa yang harus dilakukan. Kalimat ini mengajak kita untuk tidak sekadar menjadi konsumen informasi, tetapi juga sebagai partisipan aktif dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat.
Transformasi Literasi Kesehatan 6.0 melalui buku di peradaban digital adalah tentang menciptakan ekosistem, dimana setiap individu memiliki kemampuan untuk mengakses, memahami, dan menggunakan informasi kesehatan secara efektif. Ini adalah tentang memperkuat otonomi individu dalam mengelola kesehatan mereka sendiri dengan dukungan informasi yang akurat dan terpercaya. Buku, dalam hal ini, berperan tidak hanya sebagai medium pengetahuan, tetapi juga sebagai alat pemberdayaan masyarakat.
Tantangan dan hambatan
Dalam perjalanan merayakan Hari Buku Nasional ini, kita juga harus memperhatikan tantangan yang dihadapi dalam menyebarkan literasi kesehatan. Salah satu hambatan terbesar adalah ketimpangan akses terhadap buku kesehatan yang berkualitas. Di banyak wilayah, terutama di daerah terpencil dan kurang mampu, akses terhadap sumber daya pembelajaran yang komprehensif masih terbatas. Oleh karena itu, perlu adanya inisiatif lebih lanjut untuk memastikan bahwa setiap individu, tidak peduli di mana mereka berada, memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi kesehatan.
Program-program perpustakaan keliling dan digitalisasi buku kesehatan dapat menjadi salah satu solusi kreatif untuk mengatasi masalah akses ini. Digitalisasi, khususnya, menawarkan peluang yang besar dalam era peradaban digital, memungkinkan penyebaran pengetahuan secara lebih luas dan cepat. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Amalia R. Miller, seorang pakar teknologi dan kesehatan, digitalisasi literasi kesehatan bukan hanya tentang memudahkan akses, tetapi juga tentang memastikan bahwa informasi yang didapat adalah relevan dan dapat diandalkan.
Kita perlu membangun kerja sama yang kuat antara pemerintah, institusi pendidikan, penerbit, dan masyarakat sipil untuk menciptakan dan mendistribusikan buku-buku kesehatan yang tidak hanya informatif dan mudah dipahami, tetapi juga sensitif terhadap kebutuhan dan konteks lokal masyarakat. Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa transformasi literasi kesehatan tidak hanya terjadi di kota-kota besar atau di kalangan tertentu, tetapi juga merambah ke seluruh lapisan masyarakat.
Dengan memperkuat fondasi literasi kesehatan melalui buku, kita memberikan alat yang kuat untuk setiap individu dalam menghadapi tantangan kesehatan yang semakin kompleks. Hal ini akan memungkinkan masyarakat untuk tidak hanya bertahan dalam menghadapi tantangan kesehatan, tetapi juga untuk berkembang dan maju. Hari Buku Nasional bukan sekadar peringatan akan pentingnya buku, tetapi juga momentum untuk menyadari peran pentingnya dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan berdaya.
Literasi kesehatan bukan hanya hak setiap individu, tetapi juga fondasi bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Hari Buku Nasional bukan hanya peringatan akan pentingnya buku, tetapi juga momentum untuk menyadari peran vitalnya dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan berdaya.
Upaya ini memerlukan kerja sama yang erat antara berbagai pihak. Pemerintah, lembaga pendidikan, penerbit buku, dan komunitas harus bersinergi. Hanya dengan kerjasama yang kuat, kita bisa menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah terisolasi.
Digitalisasi buku kesehatan harus dipercepat. Ini bukan hanya tentang memperluas jangkauan, tetapi juga tentang memastikan kualitas dan relevansi konten. Setiap individu, dimanapun mereka berada, harus bisa mengakses informasi yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat.