Ini terjadi pada setiap kali kapal wisatawan menuju lokasi diving, mereka diminta membayar Rp100 ribu hingga Rp1 juta per kapal.
"Di wilayah Wayak sendiri, minimal ada 50 kapal datang, sehingga potensi pendapatan dari pungutan liar ini mencapai Rp 50 juta per hari dan Rp18,25 miliar per tahun," tegas Dian Patria.
Selain itu, ada pungutan liar berupa pembayaran tanah kepada hotel yang berdiri di pulau-pulau, serta ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel.
KPK mendorong Pemkab Raja Ampat untuk segera menyelesaikan permasalahan ini dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Raja Ampat, Yusuf Salim mengakui bahwa pendampingan KPK memberikan dampak positif.
"Pihak pelaku usaha jadi melihat bahwa kami diawasi oleh lembaga lain. Sehingga kehadiran KPK ini bisa mendorong optimalisasi pajak dan retribusi daerah yang lebih efektif," tuturnya.
Meskipun masih banyak tantangan, Yusuf menegaskan komitmen Pemda untuk terus melakukan perbaikan di Kabupaten Raja Ampat.
"Tujuannya kita tentu mencegah kerugian yang lebih besar terhadap PAD dan memastikan kekayaan alam Raja Ampat dapat dinikmati oleh generasi mendatang tanpa beban korupsi dan pungli,"pungkas Yusuf. (*)