• Senin, 22 Desember 2025

KPK Temukan Hal ini di Papua, Penyakit Birokrasi Mengakar dan Nepotisme Kian Kental

Photo Author
- Kamis, 4 Juli 2024 | 12:32 WIB
Kepala Satgas Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V Dian Patria, usai menggelar rapat koordinasi MCP dengan jajaran Pemerintah Daerah (Pemda) se-Papua Barat Daya dan pendampingan  (ceposonline.com/istimewa)
Kepala Satgas Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V Dian Patria, usai menggelar rapat koordinasi MCP dengan jajaran Pemerintah Daerah (Pemda) se-Papua Barat Daya dan pendampingan (ceposonline.com/istimewa)

CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA- Birokrasi yang tak sehat dan nepotisme yang mengakar kuat menjadi hambatan serius dalam mengoptimalkan pendapatan daerah hingga bisa memicu terjadinya korupsi. 

Sayangnya, fenomena ini terus menjadi temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di wilayah Timur. 

Fakta ini ditegaskan oleh Kepala Satgas Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V Dian Patria, usai menggelar rapat koordinasi MCP dengan jajaran Pemerintah Daerah (Pemda) se-Papua Barat Daya dan pendampingan lapangan di Kota Sorong, Rabu (3/7/2024) serta dalam rapat koordinasi pencegahan korupsi di Kejaksaan Republik Indonesia (Kejari) wilayah Sorong, Kamis (4/7/2024).

"Ada patologi birokrasi atau penyakit birokrasi di Papua. Aparatur Sipil Negara (ASN)-nya diangkat karena kedekatan, nepotisme kekeluargaan dan Itu sangat kental di wilayah Timur, bukan karena jual-beli jabatan. Celakanya, kedekatan itu berpotensi menghasilkan SDM yang tidak kompeten," jelas Dian. 

Kata Dian, saat terjun ke lapangan, tim gabungan Satgas Korsup Pencegahan dan Penindakan KPK menemukan adanya dugaan praktik suap dan gratifikasi oleh pegawai Bappenda Kota Sorong dari wajib pajak, dengan nilai Rp130 juta setiap bulan.

Diduga, praktik ini telah berlangsung lama hingga menimbulkan kebocoran pendapatan daerah yang signifikan.

"Jelas-jelas ini masuk gratifikasi, tapi yang bersangkutan malah dipertahankan di Bappenda karena ada unsur kedekatan," tegasnya.

Dian menjelaskan, postur APBD Kota Sorong itu pendapatan daerah yang berasal dari pajak, hanya masuk 5,13% saja.

Namun belanja pegawainya mencapai 41,23%. Sementara kota-kota besar di Timur itu sudah masuk 2 digit untuk persentasenya dengan belanja pegawainya di bawah 30%. 

Sehingga pihaknya turut mendorong peningkatan pendapatan pajak daerah Kota Sorong untuk naik ke 2 digit.

Tidak hanya itu, nepotisme ini juga membawa efek domino bagi wilayah Timur. Dian menegaskan, banyak aset seperti kendaraan dan rumah dinas yang akhirnya dikuasai oleh pejabat karena merasa sudah berjasa secara turun temurun untuk daerah.

Adapun penguasaan aset ini dilakukan dengan berbagai modus seperti tidak melakukan pengembalian aset saat pensiun.

Selain itu, pinjam pakai, hibah, hilang, jual beli, rusak berat, dipakai di luar kota, dibawa serta pada saat mutasi/pindah pemda, hingga diubah kepemilikan atas nama pribadi. 

Temuan ini, menurut Dian, harusnya menjadi tamparan keras bagi sistem birokrasi di Papua.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agung Trihandono

Tags

Rekomendasi

Terkini

X