melalui dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia untuk menghasilkan masyarakat yang lebih berkualitas, yang pada akhirnya mereka bisa menciptakan sesuatu yang bisa membantu masyarakatnya sendiri,” kata Leo.
Thalia mendapatkan beasiswa sejak tahun 2013 ketika masih duduk di bangku SMP di Tomohon, Sulawesi Utara, hingga ia menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Atma Jaya.
Selama 12 tahun menjadi peserta beasiswa, Thalia mengalami berbagai perjalanan emosional, akademik, dan spiritual yang membentuk dirinya menjadi pribadi yang tangguh.
Ada dua momen yang paling membanggakan dalam perjalanan beasiswanya. Pertama, ketika ia terpilih sebagai salah satu wakil Sulawesi Utara untuk mengikuti lomba nasional bidang geosains hingga ke Padang.
“Saya bangga karena salah satu anak Papua bisa mewakili bidang geologi di tingkat nasional,” kata Thalia.
Momen kedua yang sangat berarti terjadi ketika ia sudah menjadi mahasiswa kedokteran, yaitu saat seorang pasien kembali khusus untuk mengucapkan terima kasih kepadanya.
“Sesederhana itu, tetapi sangat membanggakan. Saya merasa benar-benar bermanfaat,” katanya.
Thalia, dokter yang baru saja menyelesaikan studinya 4 November 2025 ini mengaku keinginannya untuk menjadi dokter begitu kuat karena sebagian masyarakat masih sulit mengakses layanan kesehatan. Dengan adanya beasiswa PTFI, jalannya menuju cita-cita menjadi terbuka.
“Beasiswa yang saya dapatkan ini sangat berpengaruh dan bisa menjadi pintu bagi semua generasi muda Papua untuk meraih mimpi yang lebih besar. Saya memilih menjadi dokter karena saya adalah anak yang tahu persis bagaimana susahnya layanan akses kesehatan di Papua. Saya ingin menjadi solusi dari masalah ini,” kata Thalia.
Dua dokter lainnya yang juga penerima manfaat beasiswa Freeport melalui YPMAK yakni dr. Christanto Beanal menyelesaikan studi kedokteran di Unika Atmajaya.
Ia kini tengah menempuh pendidikan S2 Manajemen Rumah Sakit di Universitas Pelita Harapan (UPH), Tangerang, Banten.
Christanto merupakan penerima beasiswa YPMAK sejak kuliah S1 Kedokteran hingga melanjutkan pendidikannya di jenjang S2.
Ia menekankan bahwa dukungan beasiswa yang diterimanya tidak hanya berbentuk finansial, tetapi juga dukungan moral, emosional, dan psikologis.
“YPMAK menyediakan support system yang sangat berarti. Kami bisa berkonsultasi dengan kakak-kakak pembina, bukan hanya soal administrasi, tetapi juga untuk dukungan psikis dan emosional,” katanya.
Menurut Christanto, salah satu tantangan terbesar dalam pendidikan kedokteran bukan hanya materi akademik, tetapi juga kebutuhan akan support system yang kuat.