“Kalau lihat gambarannya kita, tidak ada spot yang terbebas dari jentik nyamuk. Di mana-mana nyamuk. Kami mulai jalan foging tapi yah tetap saja,” ujar Reynold.
“Selagi kami melakukan penyemprotan tetapi masyarakat tetap buang sampah, masih banyak genangan, kemudian air minum, kita hari ini kan punya beban terutama penyakit menular berbasis vektor, ada malaria ada DBD."
"Jadi di dalam rumah kita diserang DBD, di luar rumah kita diserang malaria. Nyamuk kan tidak punya otak, nyamuk itu berkembang secara biologis, kita yang punya otak. Sangat baik ya kita bijak untuk tempat di mana kita tinggal,” tambahnya.
Kata Reynold, puncak gigitan nyamuk di wilayah Mimika umumnya berakhir pada pukul 21.00 WIT atau jam 9 malam. Namun, aktivitas masyarakat Mimika yang bisa dibilang biasanya berlangsung selama 1x24 jam menyebabkan setiap orang bisa menjadi santapan lezat untuk satu ekor nyamuk.
Ia melanjutkan, mencegah gigtan nyamuk merupakan salahsatu hal paling serius yang harus dilakukan bersama dengan kesadaran penuh masing-masing orang. Sebab, malaria merupakan penyakit kuno yang masih ada hingga kini.
Reynold pun mengimbau kepada masyarakat agar juga melakukan upaya-upaya lain seperti menggunakan krim anti nyamuk, memakai pakaian tertutup serta tidur menggunakan kelambu dan lainnya. (*)