Bukan untuk menggantikan empati manusia, tetapi untuk memastikan empati itu diwujudkan melalui mekanisme yang terukur, aman, dan berkelanjutan.
Dalam konteks anak-anak berkebutuhan khusus, keandalan sistem distribusi makanan menjadi bentuk perlindungan yang sangat nyata. Ia bukan sekadar kebijakan, tetapi jaminan rasa aman bagi anak-anak, guru, dan orang tua.
Kegiatan inspeksi berkala yang dilakukan bersama berbagai pihak memperlihatkan pentingnya konsistensi dalam menjaga standar mutu.
Dalam setiap tahap, aspek keselamatan dan gizi menjadi prioritas, sementara pelibatan UMKM lokal memberi ruang bagi ekonomi daerah untuk tumbuh.
Hubungan timbal balik antara sosial dan ekonomi inilah yang menjadikan program ini relevan, membantu anak-anak dengan cara yang sekaligus memperkuat fondasi ekonomi masyarakat sekitar.
Kolaborasi lintas sektor seperti ini sesungguhnya menghadirkan cermin bagi arah pembangunan sosial Indonesia ke depan. Isu-isu inklusi tidak cukup dijawab dengan niat baik, tetapi harus disertai sistem yang transparan dan akuntabel.
Di titik inilah teknologi dan tata kelola menjadi kunci. Apa yang dilakukan di Banten melalui program MBG Swasta menunjukkan bahwa perubahan sosial tidak harus menunggu kebijakan besar, tapi sejatinya bisa tumbuh dari inisiatif lokal yang berpihak, terukur, dan terus dievaluasi.
Dalam jangka panjang, keberhasilan program seperti ini tidak hanya diukur dari jumlah makanan yang tersalurkan, tetapi dari seberapa besar bisa menumbuhkan kesadaran bersama bahwa inklusi dimulai dari hal-hal paling sederhana.
Memastikan anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan makanan yang aman dan bergizi mungkin tampak sederhana, tetapi sesungguhnya merupakan langkah besar menuju masyarakat yang lebih adil, beradab, dan berperi kemanusiaan.
*) Penulis adalah Ketua Pelaksana Harian Yayasan Inklusi Pelita Bangsa (YIPB).