Dimulai sejak 2015, Ibu Inggrid mengembangkan bisnis ini setelah sebelumnya menjalani usaha pembuatan mukena balita.
"Saya suka membuat sesuatu dari bahan sisa. Patchwork ini juga jadi salah satu cara saya untuk mengurangi limbah kain," ujar Ibu Inggrid.
Hingga kini, Ibu Inggrid bergabung dengan Jakarta Timur Crafter Community untuk terus mengasah dan meningkatkan keterampilannya dalam berkreasi.
Memiliki tantangan yang sama seperti Ibu Ning, Ibu Inggrid mengaku menemukan tim yang tepat membutuhkan waktu.
Pasalnya, patchwork membutuhkan ketelitian dan ketekunan untuk menghasilkan barang kreasi yang layak untuk dijual.
Baca Juga: Hampir 1 Dekade, J&T Express Komitmen Terus Raih Prestasi dan Berdampak bagi Masyarakat
Adapun ragam produk yang dihasilkan oleh Ahza Patchwork seperti dompet, pouch, tempat tissue, tas, dan topi.
Selain berjualan, Ahza Patchwork juga sering menerima pesanan souvenir.
Cerita inspiratif lainnya datang dari Ibu Lastri, pemilik Reydi Snack, yang memulai usaha cheese stick pada tahun 2017.
Sebelum membangun Reydi Snack, perjalanan usaha yang bermula karena kehilangan suaminya mengalami banyak lika-liku.
Ibu Lastri mengenang bahwa pada tahun 2019, dirinya mengalami kecelakaan kehilangan hingga mengakibatkan patah kaki.
Masih dalam masa pemulihan, pada 2020 ia harus menghadapi banjir setinggi 2 meter yang melanda rumah produksinya.
Tak lama setelah bencana banjir, ia harus bertaruh dengan wabah Covid-19.
Setelah semua perjuangannya tersebut, ia berhasil mengembangkan bisnis cheese stick hingga masuk ke 30 reseller yang ada di Bekasi.
“Semua kalau dilakukan dengan hati yang senang, tidak akan terasa beban. Syukurlah selalu ada berkatnya,” ungkap Ibu Lastri.