• Senin, 22 Desember 2025

Upaya memulangkan nelayan-nelayan Indonesia dari Malaysia

Photo Author
Lucky Ireeuw
- Jumat, 31 Mei 2024 | 13:24 WIB
KJRI Kuching mendampingi dan mengantar pulang ke Indonesia 12 WNI dengan kondisi khusus termasuk KS nelayan asal Natuna, melalui PLBN Entikong, setelah menjalani proses hukum di Malaysia. (ANTARA/HO-H)
KJRI Kuching mendampingi dan mengantar pulang ke Indonesia 12 WNI dengan kondisi khusus termasuk KS nelayan asal Natuna, melalui PLBN Entikong, setelah menjalani proses hukum di Malaysia. (ANTARA/HO-H)

Kuala Lumpur, 30/5 (ANTARA) - Konsul Jenderal (Konjen) RI Kuching Raden Sigit Wijtaksono Senin (27/5) pagi sudah berada di kantornya, di lantai tiga Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Sarawak.

Sekitar pukul 09.00 waktu setempat (pukul 08.00 WIB) dia harus sudah bergerak ke Kompleks Mahkamah Kuching, untuk mendampingi delapan nelayan Indonesia dari Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, yang menjalani sidang pertama di pengadilan.

Kasus ditangkapnya delapan nelayan Natuna oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) Sarawak pada 19 April 2024 lalu karena memasuki wilayah Malaysia, menjadi sorotan, selain kasus-kasus Warga Negara Indonesia (WNI) di sana yang sedang menghadapi hukuman mati karena kasus pembunuhan dan narkoba.

Penangkapan nelayan-nelayan Indonesia yang mencari ikan hingga ke perairan Malaysia berulang terjadi. Dari November 2023 hingga April 2024, sudah ada empat kasus serupa terjadi.

KJRI Kuching mencari cara agar delapan nelayan dari Natuna itu dapat dibebaskan dan dipulangkan, termasuk dengan berkonsultasi dengan Kementerian Luar Negeri di Jakarta.

“Mudah-mudahan sih, kita kemarin usaha ya, ini saran dari Jakarta, dari pusat, untuk kita buat surat permohonan pembebasan karena areanya masih ‘unresolved area’,” kata Sigit.

Memang, ia mengatakan, setidaknya masih ada lima segmen batas antara Indonesia dan Malaysia yang masih harus dirampungkan, termasuk salah satunya ada di perbatasan Kepulauan Riau dengan Sarawak.

Malaysia merasa selama ini sudah sering melakukan pengusiran nelayan-nelayan Indonesia yang masuk wilayahnya sejauh lima batu atau miles. Namun, delapan nelayan dengan tiga perahu yang ditangkap pada 19 April lalu telah masuk ke perairan Malaysia hingga 13 miles atau sekitar 20 kilometer (km).

Ada pula kekhawatiran dari pihak Malaysia akan terjadinya pencurian barang-barang seperti kabel-kabel di fasilitas bekas-bekas tambang lepas pantai (off shore) yang ada di perairan sekitar sana. Fasilitas-fasilitas itu sudah ada yang tidak beroperasi, dan terkadang ada barang atau semacam kabel yang diambil oknum tertentu.

"Kalau itu hukumannya sudah pasti lebih berat," kata Sigit, mengingat pencurian masuk dalam kategori kejahatan.


Perlu sosialisasi masif

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan memang telah meminta pemerintah pusat maupun daerah menyikapi serius penangkapan delapan nelayan dan tiga kapal oleh aparat Kerajaan Malaysia itu karena dugaan melanggar batas wilayah tangkapan ikan.

Menurut Ketua KNTI Kabupaten Bintan Syukur Haryanto, persoalan sama sudah terjadi berulang kali. Karenanya perlu dilakukan langkah pencegahan dan penanganan yang lebih serius pemerintah dengan pemangku kepentingan terkait.

Sejak 2020, beberapa nelayan dari Bintan juga ditangkap aparat penegak hukum Malaysia. Ada yang sempat dipenjara namun ada pula yang langsung dipulangkan saat itu juga.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lucky Ireeuw

Tags

Rekomendasi

Terkini

Bantuan Kesehatan Bagi Korban Banjir di Sumatera

Selasa, 9 Desember 2025 | 19:01 WIB

Perbarui sertifikat untuk cegah sengketa

Kamis, 20 November 2025 | 21:05 WIB

Prabowo targetkan tambah 30 fakultas kedokteran baru

Kamis, 20 November 2025 | 20:53 WIB

W.R. Supratman: Pahlawan mewangi, bukan berdarah

Rabu, 12 November 2025 | 19:54 WIB

Biaya haji 2026 turun

Rabu, 5 November 2025 | 04:03 WIB
X