CEPOSONLINE.COM, BIAK – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kantor Cabang Biak Numfor, Akhmad Fauzi, menjelaskan bahwa data pengangguran terbuka di wilayah Kabupaten Biak Numfor baru akan dirilis pada akhir tahun.
Hal ini karena Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dijadwalkan dilakukan pada bulan Agustus, yang kemudian akan divalidasi dan diolah lebih lanjut.
“Proses pengolahan data ini juga membandingkan hasil Sakernas dengan data pendukung dari Kementerian Ketenagakerjaan, pelaku usaha, serta tren lapangan agar dapat mendeteksi kemungkinan anomali yang memerlukan pendataan ulang,” ujar Akhmad dijumpai di kantornya, Kamis (10/7).
Terkait data tahun 2024, ia menyebut bahwa secara jumlah, pengangguran terbuka di Papua mengalami peningkatan.
Namun, dari sisi persentase, beberapa kabupaten menunjukkan penurunan. Menurutnya, angka pengangguran terbuka turut dipengaruhi oleh kelompok usia kerja yang tidak masuk dalam kategori angkatan kerja, seperti mereka yang masih sekolah atau mengurus rumah tangga.
Sedangkan untuk Kabupaten Biak Numfor sendiri, tingkat melek huruf terbilang tinggi, yaitu mencapai sekitar 90 persen.
“Dari 100 orang, hanya dua orang yang tidak bisa membaca. Ini menjadikan Biak sebagai salah satu wilayah dengan tingkat melek huruf terbaik di Papua,” jelasnya.
BPS Biak Numfor juga secara rutin menyampaikan data Indeks Perkembangan Harga (IPH) kepada Pemerintah Daerah setiap hari Senin.
Data ini dihimpun oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Perindagkop) setempat, lalu diolah oleh BPS pusat dan dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri.
“Untuk bulan Juli ini, IPH menunjukkan kenaikan. Namun jika dibandingkan dengan penurunan cukup tajam di bulan Juni, kenaikan ini harus dilihat secara proporsional,” tambahnya. Ia juga menekankan bahwa IPH hanya mencakup 20 komoditas makanan, sehingga tidak bisa dibandingkan langsung dengan wilayah lain seperti Jayapura, Merauke, atau Jayawijaya yang memiliki cakupan komoditas lebih luas.
Akhmad Fauzi menegaskan bahwa daya beli masyarakat Biak masih stabil. “Permasalahan utama bukan pada daya beli, tapi pada pasokan barang.
Ketika pasokan komoditas seperti cabai, bawang, dan bumbu dapur lainnya berkurang, harga langsung melonjak karena sebagian besar didatangkan dari luar daerah seperti Makassar atau Surabaya,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa harga komoditas sangat bergantung pada musim dan kondisi di daerah produksi.
Karena itu, Pemerintah Daerah diminta untuk mengkaji sistem deteksi dini terhadap potensi pasokan yang masuk serta memantau tren pasar secara berkala.