• Senin, 22 Desember 2025

Matius Fakhiri Ajak MRP dan Tokoh Adat Buat Regulasi untuk Proteksi Warisan Budaya Papua

Photo Author
- Selasa, 28 Oktober 2025 | 13:56 WIB
Gubernur Papua, Matius Fakhiri, saat memberikan keterangan pers perihal Mahkota Cenderawasih. (CENDERAWASIH POS/ELFIRA)
Gubernur Papua, Matius Fakhiri, saat memberikan keterangan pers perihal Mahkota Cenderawasih. (CENDERAWASIH POS/ELFIRA)

CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA – Gubernur Papua, Matius Fakhiri, kembali memberi respons perihal pembakaran Mahkota Cenderawasih yang belakang viral di Papua.

Tak heran, sebab banyak pihak telah memberikan atensi perihal pembakaran tersebut, mulai dari para tokoh di Papua hingga ke tingkat pusat.

Buntut dari pembakaran tersebut, aksi demo dilakukan di Kota Jayapura pada Senin, 27 Oktober 2025.

Sejumlah aksi juga dilakukan, seperti di Boven Digoel, Papua Selatan, maupun audiensi yang dilakukan di Mimika, Papua Tengah.

“Ketika pertemuan bersama MRP (Majelis Rakyat Papua) dan para tokoh adat, saya sampaikan bahwa proses yang dilakukan BBKSDA Papua itu sesuai aturan dan ketentuan, yaitu pemusnahan.”

“Tapi, caranya yang salah, tidak pada tempatnya, sehingga menyebabkan kemarahan dari masyarakat adat di Papua,” ujar Matius saat diwawancara pada Senin, 27 Oktober 2025, malam.

Namun, Matius berharap, amarah masyarakat tidak ditungganggi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga membuat persoalan ini semakin besar.

“Saya juga sudah minta BBKSDA Papua, kalau mau buat sesuatu, maka harus perhatikan tatanan adat dan budaya di sini (Papua), sehingga tidak merugikan banyak pihak.”

“Seperti contoh yang terjadi di Boven Digoel. Itu juga sudah saya sampaikan sebelumnya,” ungkapnya.

Diketahui, Boven Digoel, Papua Selatan, sempat ricuh akibat demo terkait pembakaran mahkota Cenderawasih.

“Ke depan, saya minta MRP, Ondoafi, Ondofolo, serta tokoh masyarakat adat, kalau itu berkaitan dengan budaya Papua, mari kita proteksi melalui regulasi Perdasi maupun Perdasus, sehingga siapapun, termasuk pemerintah daerah bisa menghormati budaya itu,” jelasnya.

Sebab, kalau tidak berdasar hukum, dikhawatirkan dapat diklaim sebagai sebuah pembenaran yang dampaknya pada pertentangan atau bentuk perlawanan terhadap aturan hukum lainnya.

“Ke depan, BBKSDA bisa lebih cermat dan teliti lagi dalam hal pemusnahan,” pesannya.

Ini catatan bukan hanya untuk BBKSDA Papua, melainkan pula instansi lain seperti Kejaksaan maupun Kepolisian yang biasa melakukan penyitaan dan pemusnahan.

Hal ini perlu diperhatikan dengan saksama. Jika tidak, dapat diinterpretasikan berbeda ketika diunduh ke media sosial.

“Bisa jadi mungkin difoto untuk maksud yang baik, tapi dapat dipelintir hingga menjadi hal yang salah,” pungkasnya. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Gratianus Silas

Tags

Rekomendasi

Terkini

X