• Senin, 22 Desember 2025

DPR Berharap Adanya Kolaborasi Semua Pihak Tangani Masalah Perempuan dan Anak di Papua

Photo Author
- Jumat, 24 Oktober 2025 | 13:48 WIB
Anggota Komisi V DPRP Dwita Handayani (CEPOSONLINE.COM/KAREL)
Anggota Komisi V DPRP Dwita Handayani (CEPOSONLINE.COM/KAREL)

CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA-Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Dwita Handayani, menyoroti tingginya kasus prostitusi online di Papua. 

   Berdasarkan laporan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Papua, kasus prostitusi daring kini didominasi oleh perempuan berusia 15 hingga 40 tahun.

 "Fenomena ini sangat memprihatinkan. Dari laporan DP3AKB, banyak anak dan perempuan muda terlibat prostitusi online karena faktor ekonomi. Tingginya angka pengangguran membuat mereka memilih jalan pintas bekerja di dunia malam," ungkap Dwita, usai melakukan kunjungan kerja bersama Ketua dan anggota Komisi V DPRP di Kantor DP3AKB Papua, Kamis (23/10/2025).

 Menurut Dwita, persoalan prostitusi online tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah atau DPRP semata. "Kita tidak bisa bekerja sendiri. Masalah ini memerlukan kolaborasi semua pihak pemerintah, DPRP, tokoh agama, lembaga adat, hingga keluarga agar dapat ditangani secara menyeluruh," tegasnya.

Dwita juga menyinggung penutupan kawasan Tanjung Elmo di Kabupaten Jayapura yang dahulu dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Papua. Menurutnya, meski kawasan tersebut telah ditutup, aktivitas prostitusi tidak berhenti justru berpindah ke lokasi-lokasi tersembunyi.

"Sebelumnya di Tanjung Elmo masih ada pembatasan usia bagi pekerjanya. Namun setelah ditutup, para penyedia layanan prostitusi kini berpindah ke rumah kos, hotel, atau tempat yang bersifat short time," jelasnya.

Ia mengingatkan, fenomena ini membawa dampak sosial yang luas, mulai dari peningkatan kasus HIV/AIDS, pernikahan dini, hingga kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Masalah ini punya efek domino. Jika tidak segera ditangani, akan merusak generasi muda Papua," ujarnya.

Selain faktor ekonomi, Dwita juga menilai bahwa ketidakharmonisan dalam keluarga menjadi penyebab utama meningkatnya kasus sosial di kalangan anak-anak. Banyak anak yang tumbuh dalam kondisi broken home akhirnya mencari pelarian di jalanan dan terlibat dalam perilaku menyimpang.

Ketika keluarga tidak harmonis, anak-anak kehilangan arah. Mereka mudah terjerumus ke hal-hal negatif seperti narkoba, kriminalitas, atau prostitusi. Karena itu, orang tua wajib menjadi contoh, membimbing, dan menghadirkan kasih sayang di rumah," tegasnya.

Untuk mencegah masalah sosial sejak dini, Dwita mengusulkan agar setiap sekolah di Papua menerapkan pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan kehidupan berumah tangga. Menurutnya, pendidikan yang baik akan membentuk pola pikir dan karakter anak sejak awal.

"Anak-anak perlu tahu tentang batasan, tanggung jawab, dan risiko dari perilaku menyimpang. Pendidikan seperti ini sangat penting agar generasi muda kita lebih siap menghadapi tantangan zaman," ujarnya.

Ia menambahkan, jika seluruh pihak pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan keluarga bersatu mengatasi persoalan sosial ini, maka cita-cita menuju Indonesia Emas 2045 akan lebih mudah terwujud.

"Semua harus peduli. Kalau kita abaikan anak-anak hari ini, maka kita sedang kehilangan masa depan Papua," pungkas Dwita (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agung Trihandono

Tags

Rekomendasi

Terkini

X