CEPOSONLINE.COM – JAYAPURA. Ragam pakaian adat yang dikenakan pejabat saat pelaksanaan upacara Kemerdekaan HUT Republik Indonesia terutama yang dilakukan di Istana Negara, Jakarta menuai protes.
Seorang anak dusun asal Jayawijaya sampai membuat surat terbuka.
Ia tak segan meminta Warpres terpilih, Gibran Rakabuming Raka untuk meminta maaf atas kostum yang dianggap merendahkan martabat kaum perempuan di Papua Pegunungan. Sikap kritis tersebut tertuang dalam surat terbukanya.
Seperti ini isi suratnya:
Surat Terbuka oleh Miki Wuka Anak Dusun
Yth.Bapak Gibran Rakabuming Raka
Di Solo.
Dengan Hormat.
Saran saya sebagai anak dusun ketika melihat Bapak sebagai pejabat publik mengenakan atribut atau aksesoris busana budaya orang Papua yaitu perpaduan busana tradisi orang Asmat dan tradisi orang Hubula Balim Wamena Papua.
Alangkah baiknya terlebih dahulu Bapak dan bawahannya telusuri tentang makna dan fungsi penggunaan dari atribut atau busana tradisional yang bapak kenakan.
Mulai dari mahkota bulu kasuari, manik-manik yang menyilang di badan, kemudian gelang tangan, dan rumbai-rumbai, itu bagian dari masyarakat suku Asmat.
Sedangkan noken yang bapak kenakan itu bagian dari masyarakat Suku Hubula di Lembah Balim Wamena. Dan masing-masing yang bapak kenakan itu makna dan fungsinya sangat berbeda.
Yang menjadi fokus kritik saya disini adalah bagian noken. Noken itu dalam bahasa daerah Hubula Wamena “Su”. Kemudian jenis Su yang Bapak kenakan itu bernama “Su Talek”, Noken untuk persembahkan pada upacara-upacara adat dan itu Simbol Perempuan bagi Suku Hubula.
Noken jenis ini tidak untuk dikenakan pada acara seremonial apapun atau untuk dibawa ke mana-mana seperti biasa ibu-ibu mengenakan. Harusnya Bapak mengenakan “Su Hutik” noken untuk mengisi barang bawaan hari-hari atau “Su inaporawiak” noken yang dikenakan para wanita muda dan tua pada suatu acara seremonial tertentu.
Dengan deskripsi noken diatas maka, yang Bapak pakai noken kali ini tidak pada tepat, sangat kontras. Mungkin saja maksud dan niat bapak baik mulia, untuk sebuah edukasi dll.
Jadi bapak harus menyampaikan permohonan maaf secara tertulis di media publik. Hormat saya, Miki Wuka. (*)