CEPOSONLINE.COM - NABIRE, Jumlah kasus HIV di Papua Tengah terus menunjukkan tren peningkatan setiap tahun.
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua Tengah, hingga pertengahan 2025 tercatat 23.861 kasus HIV, dengan sebagian besar penderita berada pada usia produktif 15–49 tahun.
Kondisi ini menjadi perhatian serius, mengingat penularan HIV di wilayah Papua Tengah tidak hanya terjadi di kalangan orang dewasa, tetapi juga mulai merambah kelompok remaja.
Untuk mengatasi hal ini, KPA Papua Tengah menggandeng Dinas Pendidikan (Disdik) Papua Tengah dalam upaya memasukkan materi pencegahan HIV/AIDS sebagai bagian dari mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) di sekolah.
Ketua KPA Papua Tengah, Frenny Anouw mengatakan edukasi sejak dini adalah kunci memutus mata rantai penularan.
“ Tugas kami di KPA adalah melakukan edukasi di sekolah, gereja, kalangan masyarakat, dan tempat-tempat umum. Namun, kami tidak bisa melakukannya sendiri. Untuk sosialisasi di sekolah, diperlukan izin dan koordinasi dengan dinas terkait sehingga kami gandeng Dinas Pendidikan Papua Tengah,” jelas Ketua KPA Papua Tengah, Frenny Anouw saat memberikan keterangan kepada pers usai menandatangani MoU dengan Disdik Papua Tengah, Senin, (11/8/2025).
Menurutnya, banyak anak muda yang masih memiliki pengetahuan minim tentang HIV, bahkan termakan mitos yang keliru. Padahal, pemahaman yang salah bisa berakibat fatal karena mendorong perilaku berisiko.
“ KPA telah memprogramkan penerbitan modul pembelajaran pencegahan HIV AIDS yang akan diterapkan mulai dari kelas 4 SD hingga perguruan tinggi. Modul ini direncanakan masuk dalam pembelajaran lokal maupun bimbingan konseling pada tahun 2026, dengan materi yang diberikan secara berkala setiap bulan atau minggu,” jelas Anouw.
KPA juga akan bekerja sama dengan tenaga ahli kesehatan untuk menyusun materi yang sesuai dengan usia peserta didik.
“ Kita akan kemas materinya dengan bahasa sederhana dan pendekatan yang tepat, supaya mudah dipahami oleh siswa. Untuk anak SD, materinya akan fokus pada pola hidup sehat dan menjaga diri, sedangkan di SMP dan SMA pembahasannya bisa lebih detail,” kata dia.
Selain pembelajaran di kelas, program ini juga akan dipadukan dengan kegiatan ekstrakurikuler, lomba kreatif, dan kampanye di lingkungan sekolah agar pesan pencegahan HIV/AIDS tersampaikan secara menyenangkan.
KPA Papua Tengah menargetkan pembahasan kurikulum Mulok ini bisa dimulai tahun ajaran baru mendatang. Langkah ini diharapkan mampu membentuk kesadaran kolektif sejak usia sekolah, sehingga generasi muda Papua Tengah lebih siap melindungi diri dan orang lain dari risiko HIV/AIDS.
“ Kalau edukasi ini berjalan konsisten, kita bisa membalik tren kasus menjadi menurun. Mencegah itu jauh lebih murah dan mudah dibanding mengobati,” tukasnya.