• Senin, 22 Desember 2025

Berikut 57 Tuntutan Front Rakyat Papua saat Demo Hari HAM Sedunia di Mimika Papua Tengah

Photo Author
- Rabu, 10 Desember 2025 | 16:06 WIB
Penyerahan pernyataan sikap FRP di Timika oleh perwakilan FRP kepada Wakil Ketua I DPRK Mimika, Asri Akkas usai aksi unjuk rasa di halaman kantor DPRK Mimika, Rabu (10/12/2025).
Penyerahan pernyataan sikap FRP di Timika oleh perwakilan FRP kepada Wakil Ketua I DPRK Mimika, Asri Akkas usai aksi unjuk rasa di halaman kantor DPRK Mimika, Rabu (10/12/2025).

CEPOSONLINE.COM, MIMIKA - Front Rakyat Papua (FRP) di Timika menyampaikan 57 tuntutan dalam aksi unjuk rasa (Unras) damai yang dilaksanakan dalam memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia di halaman Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika, Rabu (10/12/2025).

Dalam aksi tersebut, Koordinator Lapangan (Koorlap) Aksi, Onan Kobogau membacakan tuntutan tersebut dengan mendahului penggalan catatan pelanggaran HAM di Tanah Papua.

Mengawalo tuntutannya, Onan mengatakan bahwa Tanggal 10 Desember adalah hari HAM sedunia yang diperingati oleh berbagai negara di dunia yang menandai diadopsinya deklarasi universal hak asasi manusia atau yang disebut united declaration of human rights (UDHR).

UDHR adalah dokumen tonggak sejarah HAM dunia, yang menyatakan hak-hak yang dimiliki setiap orang sebagai manusia terlepas dari ras, warna kulit, agama jenis kelamin, bahasa politik atau pendapat lain.

“Selain 10 Desember, kita merenungkan makna deklarasi universal hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak hidup dengan martabat, bebas dari penindasan, dan mendapatkan perlindungan negara,” kata Onan.

“Namun kenyataan di sekitar menunjukkan bahwa banyak rakyat menghadapi kekerasan, penangkapan sembarang, kriminalisasi, pembungkaman ruang demokrasi oleh aparatur negara yang seharusnya melindungi rakyat selain itu perjanjian-perjanjian yang melanggar hak asasi manusia terhadap orang asli Papua oleh negara Indonesia perjanjian New York agreement 1962, Aneksasi 1 Mei 1963, kontrak karya PT Freeport 6 April 1967 dan Pepera 1969 yang dilakukan sepihak oleh Indonesia dengan penuh intimidasi dan teror pada rakyat Papua melalui operasi militerisme Indonesia di west Papua dari tahun 1961 hingga sekarang,” sambungnya.

Menurut FRP, negara Indonesia melakukan invasi militer di tanah Papua hanya untuk mendukung aksi-aksi eksploitasi sumber daya alam militer organik baik itu TNI maupun polri. Berdasarkan data terbaru Project Multatuli sudah mencapai 83000 pasukan.

“Ini hanya pasukan organik, bayangkan bagaimana dengan pasukan non organik yang dikirim terus-menerus oleh negara Indonesia ke tanah Papua,” ucapnya.

Lebih lanjut dikatakan, ini malah akan menambah teror, intimidasi, kekerasan, penangkapan, pengungsian pembunuhan terhadap masyarakat sipil itu merupakan pelanggaran HAM dan berbagai pelanggaran HAM di tanah Papua tidak pernah diusut tuntas sampai mengadili pelaku pelanggaran HAM sejak 1961 sampai sekarang.

Berbagai persoalan pelanggaran HAM dari tahun ke tahun telah memberikan dampak buruk bagi masyarakat Papua dan menyisakan trauma berkepanjangan yang perlu mendapatkan hak asasi. rakyat Papua sama seperti bangsa lain di dunia.

Rakyat Papua lebih khusus Kabupaten Mimika sudah merasakan serta melihat, mendengar, kehadiran investasi atau perusahaan internasional dan perusahaan Indonesia di tanah Papua tanpa sepengetahuan sekaligus meminta izin kepada rakyat Papua telah mencaplok tanah, merusak tanah, membuat rakyat mengungsi, kriminalisasi, penangkapan, pembunuhan, serta membunuh ruang hidup rakyat Papua.

Perusahaan-perusahaan internasional dan Indonesia di tanah Papua dapat leluasa akibat dari izin negara Indonesia dengan berbagai kebijakan undang-undang peraturan-peraturan negara Indonesia dan berbagai peraturan daerah yang lebih memihak mendukung, meluluskan serta lebih berpihak kepada perusahaan-perusahaan atas nama kepentingan banyak orang.

Tapi, kebenarannya hanya memberi keuntungan kepada perusahaan penguasa, negara Indonesia, dan petinggi-petinggi TNI Polri sekaligus kaki tangannya yang mendukung menjalankan sistem perusahaan negara Indonesia dan sistem militerisme di atas tanah Papua.

Dengan melihat kehadiran investasi atau perusahaan internasional, perusahaan Indonesia, berbagai kebijakan sistem negara Indonesia yang didukung mobilisasi besar-besaran militer di tanah Papua telah membuat rakyat Papua tidak mendapatkan hak asasi yang diakui secara internasional.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Gratianus Silas

Tags

Rekomendasi

Terkini

Di Mimika, Harga Daging Babi Turun Jelang Nataru

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:24 WIB

Polres Mimika Musnahkan Sabu dan Ganja

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:55 WIB
X