CEPOSONLINE.COM, NABIRE - Sebagai wujud penghormatan terhadap hak masyarakat adat, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPR) Papua Tengah berkomitmen mengatur prinsip PADIATAPA atau Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) dalam regulasi daerah agar pengelolaan tanah ulayat di Papua dilakukan secara adil dan tanpa paksaan.
Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, John NR Gobai, mengatakan bahwa prinsip PADIATAPA merupakan langkah konkret untuk menghormati hak masyarakat adat yang telah dijamin dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, yang telah diubah melalui UU Nomor 2 Tahun 2021.
“ PADIATAPA adalah pilihan cara kita menghormati hak masyarakat adat yang telah dijamin oleh undang-undang Otsus Papua dan undang-undang lainnya,” ujar John Gobai kepada media via seluler, Senin, (3/11/2025).
Gobai menjelaskan, dalam Pasal 43 ayat (4) dan (5) UU Otsus Papua ditegaskan bahwa penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan masyarakat hukum adat untuk keperluan apa pun harus dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat guna memperoleh kesepakatan yang adil dan tanpa paksaan.
“ Pemerintah daerah juga berkewajiban melakukan mediasi aktif dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat secara bijaksana,” katanya.
Menurutnya, frasa musyawarah dengan masyarakat adat perlu diterjemahkan secara teknis ke dalam bentuk regulasi daerah. Kehadiran peraturan daerah berbasis FPIC menjadi instrumen strategis untuk melindungi tanah ulayat dan hak-hak masyarakat hukum adat, sekaligus mengimplementasikan amanat undang-undang otonomi khusus.
Gobai menambahkan, draft regulasi FPIC telah dikaji bersama Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Mimika sebagai mitra akademik, dan telah melalui proses harmonisasi di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua Tengah bersama Biro Hukum dan OPD mitra terkait.
"Tuhan pasti buka jalan. Tahun ini kita harap dapat ditetapkan sebagai Peraturan Daerah Provinsi Papua Tengah,” lugas Gobai.
Lebih lanjut, Gobai berharap, kehadiran regulasi tersebut dapat menjadi pedoman bersama bagi pemerintah daerah, investor, maupun masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam secara adil, transparan, dan menghormati kearifan lokal.
“ Kita ingin agar setiap kebijakan pembangunan di Papua Tengah benar-benar berpihak pada masyarakat adat. Tanah dan hutan bukan sekadar aset ekonomi, tetapi sumber kehidupan yang harus dijaga bersama,” harap NR Gobai. (*)