• Senin, 22 Desember 2025

Perlu Dibuatkan Floodway Untuk Sborhonyi dan Jalankan Metode Struktur-Non struktur

Photo Author
- Senin, 10 Januari 2022 | 10:00 WIB
Cenderawasih Pos berdiskusi dengan Rektor Uncen, Dr. Ir. Apolo Safanpo ST, MT  di Abepura beberapa waktu lalu.   (Gamel/Cepos)
Cenderawasih Pos berdiskusi dengan Rektor Uncen, Dr. Ir. Apolo Safanpo ST, MT  di Abepura beberapa waktu lalu.   (Gamel/Cepos)

  “Sudah cukup banyak ide dan gagasan yang didiskusikan dan diseminarkan terkait dengan penanganan permasalahan banjir di wilayah Abepura dan Kotaraja, khususnya di Pasar Youtefa. Belakangan saya melihat wacana penanganan banjir di Pasar Youtefa mengerucut pada dua pilihan, yakni rekonstruksi dan relokasi Pasar Youtefa,” jelasnya.


  Rekonstruksi dijelaskan merupakan tindakan pembangunan kembali bangunan atau infrastruktur yang rusak dengan konstruksi yang lebih kuat, sedangkan relokasi merupakan tindakan memindahkan (Pasar Youtefa) dari lokasi yang sekarang ke lokasi atau tempat lain yang dianggap lebih aman.


   Gagasan ini menurutnya baik sehingga rekonstruksi ataupun relokasi dilakukan untuk menyelamatkan pedagang dan usahanya. “Tapi jika kita kaji lebih jauh, sesungguhnya rekonstruksi maupun relokasi sama sekali tidak ada hubungannya dengan permasalahan banjir sebab banjir akan tetap ada di wilayah ini sekalipun Pasar Youtefa direkonstruksi ataupun direlokasi,”  bebernya.


  Jadi menurut Apolo untuk mengatasi banjir di wilayah Abepura dan Kotaraja perlu dilakukan studi yang komprehensif dan holistik dengan mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya banjir termasuk melakukan langkah-lngkah terukur agar  penanganannya tepat. “Secara teoritik, 3 faktor yang menyebabkan banjir tadi  bisa diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu banjir yang terjadi oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh ulah manusia. Misalnya curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan erosi dan tanah yang tererosi tersebut mengakibatkan sedimentasi di dalam saluran drainase atau sungai, sehingga kapasitas sungai atau saluran drainase menjadi berkurang atau tidak memadai, pasang-surut air laut, pengaruh fisiografi sungai atau saluran, dan lainnya,” papar Apolo.


    Sedangkan banjir yang terjadi sebagai akibat dari tindakan manusia antara lain seperti perubahan lapisan permukaan tanah akibat pembangunan yang tidak memperhatikan dampak lingkungan, kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti pengundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, pembangunan dan perluasan kota yang mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air, kebiasaan membuang sampah di sungai atau saluran drainase dan lain-lain.


    “Jadi setelah mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya banjir di wilayah ini barulah kita dapat menentukan langkah-langkah yang tepat dan terukur untuk menyelesaikan permasalahan banjir tersebut,” tambahnya.


   Solusi yang diberikan adalah upaya penanganan banjir bisa dilakukan dengan dua  metode yaitu metode struktur dan metode non struktur. Metode struktur dapat dilakukan dengan membuat Bangunan Pengendali Banjir seperti Bendungan (Dam),  Kolam retensi, Embung-embung, Retarding Basin, pembangunan drainase polder atau dengan melakukan perbaikan dan pengaturan sistem sungai atau saluran drainase seperti normalisasi sungai, pengerukan sedimen, pelebaran sungai, pembuatan sudetan (by pass) dan pembangunan floodway atau banjir kanal.


   Floodway atau kanal banjir pada Kali Siborgoni sangat dianjurkan, karena dari berbagai hasil kajian, dapat mengurangi banjir di wilayah Abepura dan kotaraja. Untuk diketahui, semua aliran air permukaan di wilayah Abepura dan Kotaraja masuk dan mengalir melalui dua sungai yang merupakan saluran Induk, yaitu Kali Acai dan Kali Siborgoni. Tapi outlet dari kedua sungai tersebut hanya satu muara, yaitu muara kali Acai, sehingga pada saat terjadi hujan, aliran air Kali Siborgoni tidak bisa keluar ke outlet Kali Acai dan mengakibatkan back water yang menyebabkan banjir dan genangan. Oleh karena itu perlu  dibuat floodway atau kanal banjir,” saran Apolo.


“Sedangkan penanganan banjir dengan metode non struktur dapat dilakukan dengan Law Enforcement, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Pengaturan Tata Guna Lahan, Persiapan terhadap bencana (SatKorLak), kemudian rencana tindak darurat semisal evacuation and relocation, Flood proofing, forecasting and warning system, informasi dan pendidikan kebencanaan, konservasi lahan serta pengendalian erosi di DAS,” pungkasnya. (*/tri)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

MDF Akan Temui BTM, Minta Satu Hal

Selasa, 21 Oktober 2025 | 09:20 WIB

Apel Perdana, Gubernur Diteriaki: TPP Pak!

Senin, 20 Oktober 2025 | 15:13 WIB

Apel Perdana, Gubernur Singgung Soal Raja Kecil

Senin, 20 Oktober 2025 | 09:59 WIB

Pin Emas Kapolri untuk Pj Gubernur Papua Agus Fatoni

Rabu, 24 September 2025 | 20:51 WIB
X