opini

Persipura dan Ujian Sejarahnya; Ini Bukan Sekadar (Akan) Degradasi

Jumat, 28 Februari 2025 | 07:09 WIB
Fred Keith Hutubessy, Peneliti Parrheisiates Research and Empowerment (dok pribadi)

Persipura Jayapura: Menendang Bola, Melawan Stigma

"Kaka, Ko dari Papua kah? Berarti ko bisa jago main bola kayak Persipura."

(Catatan Lapangan: Cerita Mahasiswa Papua di Salatiga)

Selama bertahun-tahun, Papua kerap kali dihadapkan pada stigma negatif, mulai dari narasi keterbelakangan, ketertinggalan pembangunan, hingga permasalahan sosial-politik yang kompleks. Representasi Papua dalam wacana nasional sering kali mengabaikan aspek-aspek positif yang melekat dalam kehidupan masyarakatnya. Namun, di tengah berbagai stereotip yang mengakar, Persipura Jayapura muncul sebagai bukti empiris bahwa Papua memiliki kapasitas untuk bersaing dan berprestasi di level tertinggi. Sebagai klub sepak bola paling sukses di Indonesia, Persipura bukan hanya sekadar tim olahraga, tetapi juga representasi konkret dari potensi, ketangguhan, dan daya saing orang Papua. Keberhasilan mereka menjuarai Liga Indonesia berkali-kali serta tampil kompetitif di ajang Asia seperti AFC Cup menunjukkan bahwa Papua memiliki sumber daya manusia yang unggul dalam bidang olahraga, yang sering kali diabaikan dalam diskursus pembangunan nasional.

Lebih dari sekadar prestasi di atas lapangan, Persipura berfungsi sebagai instrumen sosial yang membentuk kesadaran kolektif masyarakat Papua akan nilai kerja keras dan profesionalisme. Klub ini melahirkan ikon-ikon sepak bola yang menjadi panutan, seperti Boaz Solossa dan Eduard Ivakdalam, yang membuktikan bahwa anak-anak Papua mampu berprestasi dengan standar yang setara dengan daerah lain di Indonesia. Keberhasilan mereka bukan hanya sekadar hasil dari bakat alami, tetapi juga refleksi dari struktur pembinaan yang baik dan sistem kompetisi yang kompetitif. Dengan kata lain, Persipura telah membuktikan bahwa jika diberikan ekosistem yang mendukung, Papua dapat menghasilkan individu-individu berprestasi yang mampu bersaing di panggung nasional maupun internasional. Ini menjadi antitesis terhadap wacana yang sering kali menempatkan Papua sebagai wilayah marginal dalam pembangunan Indonesia.

Selain itu, Persipura juga memainkan peran signifikan dalam membentuk narasi inklusif mengenai Papua dalam konteks nasional. Basis suporternya yang heterogen, mencakup tidak hanya orang asli Papua tetapi juga pendatang dari berbagai daerah di Indonesia, membuktikan bahwa sepak bola dapat menjadi medium integrasi sosial. Saat Persipura bertanding, identitas etnis atau politik menjadi sekunder. Yang utama adalah kebersamaan dalam mendukung tim kebanggaan. Hal ini menjadi contoh konkret bahwa Papua bukanlah wilayah yang terisolasi atau eksklusif, melainkan bagian dari jaringan sosial yang lebih luas dalam kebangsaan Indonesia. Dengan demikian, Persipura bukan hanya menampilkan wajah Papua yang kompetitif, tetapi juga membuktikan bahwa Papua memiliki daya kohesi sosial yang tinggi, berlawanan dengan anggapan bahwa wilayah ini sarat dengan fragmentasi dan konflik.

Keberhasilan Persipura dalam menciptakan narasi alternatif terhadap stigma Papua seharusnya menjadi refleksi bagi pembuat kebijakan dan masyarakat luas. Alih-alih terus memandang Papua melalui lensa defisit dan ketertinggalan, keberhasilan Persipura seharusnya menjadi titik tolak untuk mengakui bahwa Papua memiliki kapasitas untuk berkembang jika diberikan kesempatan yang setara. Ini juga menjadi bukti bahwa pembangunan di Papua tidak melulu soal infrastruktur fisik, tetapi juga penguatan sumber daya manusia melalui bidang-bidang seperti olahraga. Persipura telah menunjukkan bahwa dengan sistem yang mendukung, Papua bisa melahirkan generasi berprestasi. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana memastikan bahwa keberhasilan ini tidak hanya berhenti di sepak bola, tetapi juga meluas ke berbagai sektor lainnya, sehingga Papua dapat sepenuhnya diakui sebagai bagian dari Indonesia yang maju dan berdaya saing.

Meretas Romantisme; Menjaga Harapan, Menolak Tenggelam

Persipura Jayapura bukan sekadar klub sepak bola; ia adalah simbol kebanggaan dan identitas masyarakat Papua. Sejak berdiri, Persipura telah menjadi bukti bahwa anak-anak Papua mampu bersaing dan berprestasi di tingkat tertinggi sepak bola Indonesia. Lebih dari itu, keberadaan Persipura mengikis stigma negatif terhadap Papua dan membangun narasi tentang Papua sebagai tanah penuh talenta dan semangat juang. Namun, situasi yang dihadapi saat ini, dengan ancaman degradasi yang membayangi, menjadi alarm bahwa kejayaan tidak bisa terus bergantung pada romantisme masa lalu. Persipura harus menang, bukan hanya untuk bertahan di kompetisi, tetapi juga untuk menjaga mimpi dan kebanggaan yang telah mereka rawat selama puluhan tahun.

Pertandingan play-off melawan Persibo Bojonegoro di Stadion Mandala adalah titik balik yang menentukan. Bukan hanya soal mempertahankan posisi di kasta sepak bola nasional, tetapi juga sebagai bukti bahwa Persipura tetap menjadi simbol ketangguhan Papua. Stadion Mandala bukan sekadar lapangan, tetapi rumah bagi sejarah panjang Mutiara Hitam, tempat di mana semangat juang dan kebanggaan harus dikobarkan kembali. Kemenangan bukan hanya menjadi harapan, tetapi juga keharusan bagi generasi muda Papua yang menjadikan Persipura sebagai mimpi mereka. Jika tim ini runtuh, bukan hanya nama besar yang pudar, tetapi juga harapan bagi banyak anak Papua yang bercita-cita bermain untuk klub ini, membawa bendera daerah mereka ke panggung yang lebih besar.

Namun, mempertahankan eksistensi tidak cukup hanya dengan memenangkan satu pertandingan. Persipura harus melakukan reformasi besar dalam pengelolaan klub. Manajemen yang lebih profesional, transparansi keuangan, dan strategi regenerasi pemain yang lebih terstruktur harus segera diimplementasikan. Akademi sepak bola Papua harus diperkuat untuk terus melahirkan pemain berkualitas, dan hubungan dengan suporter serta komunitas sepak bola nasional harus diperkuat untuk membangun solidaritas dan stabilitas finansial klub. Dalam era sepak bola modern, hanya klub yang mampu beradaptasi dan memiliki visi jangka panjang yang bisa bertahan. Persipura tidak boleh terus terjebak dalam krisis, tetapi harus menjadi pelopor perubahan dalam ekosistem sepak bola Indonesia, terutama bagi kawasan Indonesia Timur.

Momen ini harus menjadi refleksi bagi semua pihak yang mencintai Persipura, baik pemain, manajemen, maupun masyarakat Papua. Klub ini bukan sekadar entitas olahraga, tetapi juga penjaga identitas, kebanggaan, dan mimpi. Jika Persipura mampu melewati ujian ini, bukan hanya kelangsungan tim yang terjaga, tetapi juga semangat dan kebanggaan Papua yang tetap menyala. Kemenangan atas Persibo Bojonegoro bukan hanya tentang bertahan di kompetisi, tetapi tentang membuktikan bahwa Papua tetap memiliki tempat terhormat dalam sejarah sepak bola Indonesia. Kini saatnya Persipura bangkit, bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan sepak bola Papua yang lebih cerah.

Saya menutup artikel ini sebagai relfeksi mendalam kepada siapa saja yang membacanya. Saya mengutip perkataan Domine Izaak Samuel Kijne:

Kutipan Domine Izaak Samuel Kijne

Dengan iman yang teguh, besok akan ada kemenangan.

Persipura………..  Haleluya, Amin!!!

 *) Fred Keith Hutubessy adalah Peneliti Parrheisiates Research and Empowerment

Halaman:

Tags

Terkini

Membangun Fondasi dan Identitas Pegunungan Papua

Kamis, 2 Januari 2025 | 13:17 WIB

Pengisian Anggota DPRP Jalur Pengangkatan

Kamis, 28 November 2024 | 10:45 WIB

BAYI YESUS

Kamis, 21 Desember 2023 | 19:10 WIB

MEMAHAMI SUASANA KEBATINAN ORANG ASLI PAPUA

Minggu, 19 April 2020 | 23:19 WIB

Dialog Sektoral untuk Asmat

Jumat, 27 April 2018 | 14:05 WIB