opini

BAYI YESUS

Yonathan R.
Kamis, 21 Desember 2023 | 19:10 WIB
John Lensru. (istimewa)

Orang Majus Melihatnya Di Palungan Di Kampung Bethlehem Ondoafi Nahum Melihatnya Di Jalan Setapak Di Kampung Dekening

Oleh : JOHN LENSRU *)
Beberapa hari lagi, kita, khususnya umat Nasrani akan merayakan ibadah Malam Kudus dan Natal, untuk memperingati peristiwa kelahiran Yesus di Bethlehem. Untuk menyambut peristiwa tersebut, maka kami menurunkan tulisan ini. Sebuah kisah nyata yang terjadi delapan puluh tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 24 Desember 1943, saat perayaan ibadah Malam Kudus di Kampung Dekening, Resor Hollandia-Nimboran, Lembah Grime, Tanah Tabi. Ceritera selengkapnya, dapat diikuti melalui tulisan berikut ini.


Dekening, adalah nama salah satu dari sepuluh Jemaat mula-mula di lembah Grime yang didirikan oleh zendeling Bijkerk dan Schneider, pada tanggal 23 Maret 1934 dengan menempatkan Jantje Apaseray sebagai penginjil pertama. Jemaat ini dibentuk dari 13 suku yang tergabung dalam sepuluh kampung, yaitu : Sengguyap, Mentieku, Iwon, Banu, Besungai, Samteba, Dekening, Yeku, Quitemung dan Dumkai.


Sedari tahun 1934, jemaat tersebut dipimpin oleh beberapa penginjil dan memasuki tahun 1940-an, Badan zending, khususnya Bijkerk, selaku pemimpin Resor Hollandia-Nimboran menempatkan penginjil Zeth Taime. Sedari 1934 para penginjil, saat pemberitaan Injil, mereka juga menertibkan dan mengarahkan jemaat untuk ikuti semua kegiatan ibadah di gereja secara baik dan teratur. Misalnya ibadah hari Minggu, Malam Kudus, Pohon Terang (Natal), Paskah serta Kenaikan Tuhan Yesus dan Zending-feest (Pentakosta). Jemaat, khususnya tua-tua adat mulai memahami makna kegiatan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan serius melakukannya. Bahkan mereka menyandingkannya dengan budaya mereka sehingga perayaannya berlangsung lebih meriah dalam bentuk pesta adat dan bersih diri saat beribadah.


Ketika memasuki tahun 1943, seperti biasanya, penginjil Zeth Taime mengarahkan para penatua dan diaken untuk mengimbau jemaat, terutama para Iram/Ondoafi dan tua-tua adat di sepuluh kampung untuk mengkoordinir warganya, guna siap diri dan hadir pada ibadah untuk menyambut Natal dan Tahun Baru di Jemaat Dekening di lokasi yang bernama Dumbeno, sekarang wilayah Desa Nembu-Gresi, Distrik Kemtuk-Gresi, Kabupaten Jayapura.


Sesuai imbauan penatua dan diaken, para Iram/Ondoafi dari sepuluh kampung mulai mengarahkan warganya, tua-tua adat, ibu-ibu dan pemuda-pemudi untuk siapkan bahan makanan serta bersih diri guna menyambut ibadah Malam Kudus serta Natal dan Tahun Baru. Termasuk Iram/Ondoafi Walu dari kampung Iwon, setelah dibaptis dengan nama Nahum Trapen, maka selanjutnya disapa dengan nama Iram/Ondoafi Walu Nahum Trapen. Beliau menganjurkan warganya di kampung Iwon, untuk siap diri, guna mengikuti ibadah Malam Kudus di gereja, sedangkan lainnya diarahkan untuk tinggal di kampung siapkan makan dan minum.


Atas anjuran Iram/Ondoafi Walu, maka tua-tua adat serta ibu-ibu dan pemuda-pemudi dari kampung Iwon, mulai berbondong-bondong lebih dahulu ke gereja Dekening di Dumbeno. Sedangkan Iram Walu Nahum Trapen sendiri, setelah membereskan segala sesuatu di kampung, kemudian beliau segera menyusul mengikuti mereka ke gereja. Kampung Iwon saat itu, terletak di sebuah lokasi yang bernama Hyaimon dan jarak dari Hyaimon ke gereja, sekitar 500 meter.


Karena hari sudah gelap sekitar setengah tujuh malam, maka Iram Walu menggunakan obor, yang dibuat dari sebatang buluh/bambu kering dan mulai bergegas ke gereja. Di tengah perjalanan, beliau kaget, ketika melihat seorang bayi laki-laki yang baru lahir berlumuran darah dan terlingkar oleh plasenta dan tempelan daun-daun kering terlentang di jalan setapak sambil menangis terseduh-seduh. Menurut beliau, peristiwa ini adalah perbuatan dari perempuan yang

1
hamil diluar nikah atau perempuan sundal. Karena melihat beliau dan rasa takut, sehingga bayinya ditinggalkan di jalan dan dia pasti sedang sembunyi di hutan di sekitar jalan.


Karena itu, Iram Walu Nahum mulai berhenti di jalan dan lakukan panggilan. Katanya : Anakku ! Anakku ! Mari ambil bayi ! Jangan takut ! Ini bapa Iram Walu Nahum ! Nanti bapa bantu selamatkan anak dengan bayi ini ! Mari ambil bayi dan ikut bapa ! Beliau arahkan panggilan ke kiri, kanan, muka dan belakang, berulang-ulang. Namun, tak ada yang menjawab. Karena tak ada jawaban, beliau mengubah panggilan, katanya : Cucuku ! Cucuku ! Mari ambil bayi ! Jangan takut ! Ini tete Iram Walu Nahum ! Nanti tete bantu selamatkan cucu dengan bayi ini ! Beliau arahkan panggilan ke kiri, kanan, muka dan belakang, berulang-ulang. Namun tak ada yang menjawab.


Selama kurang lebih lima belas menit, Iram Nahum melakukan panggilan dan selama itu, bayi menangis semakin keras, sehingga beliau sangat terharu melihat keadaan bayi itu. Beliau tidak bisa dukung bayi itu, karena menurut budaya orang Genyem, kalau seorang laki-laki menjamah bayi yang baru lahir atau perempuan yang lagi haid, maka yang bersangkutan akan gagal dalam berburu atau perang suku, bahkan segala usahanya. Karena alasan itu, Ondoafi Nahum tidak jamah dan sentuh anak bayi yang baru lahir dan berlumuran darah itu.


Agar bayi itu bisa diselamatkan, maka beliau putuskan untuk segera lanjutkan perjalanannya ke gereja. Setelah tiba di gereja, beliau beritahu peristiwa itu kepada jemaat, serta mengajak beberapa orang laki-laki dan perempuan dan ikut beliau untuk mengambil bayi itu. Setelah tiba di tempat kejadian, ternyata bayi sudah hilang dan tidak diketemukan. Ondoafi Nahum menunjuk tempat bayi terlentang, namun tak ada tanda-tanda, berupa lumuran darah yang melekat di tanah atau daun kering. Mereka bertanya satu sama lainnya, tentang perempuan siapa yang hamil di luar nikah. Tak seorang pun yang mengetahuinya. Karena itu, Ondoafi/ Iram Walu Nahum bersama anggota jemaat kembali ke gereja dan menyampaikan hal itu kepada seluruh warga jemaat di gereja.


Ketika mengikuti kesaksian Ondoafi/Iram Nahum tentang bayi itu, maka saat itu, seluruh jemaat sadar, bahwa peristiwa itu adalah suatu penglihatan yang Tuhan tunjuk kepada ondoafi Nahum, guna meyakinkan jemaat, tentang kebenaran berita natal yang disampaikan oleh para penginjil dan zendeling. Bahwa, sungguh benar, Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia dan lahir sebagai bayi oleh seorang perempuan yang bernama Mariam. Orang Majus menjumpainya di palungan di kandang binatang di kampung Bethlehem. Sedangkan Ondoafi Walu Nahum Trapen menjumpainya di jalan setapak antara kampung Iwon dan Gereja Dekening.


Keesokan harinya, mereka masih terus mengecek ke kampung-kampung, apakah ada perempuan yang hamil diluar nikah ? Ternyata tidak ada. Peristiwa ini meyakinkan Jemaat dan mendorong mereka sehingga semakin meriah merayakan ibadah Malam Kudus, Natal, bahkan Tahun Baru, dengan musik seruling dan tambur serta dansa dengan sangat gembira.


Demikianlah kisah nyata tentang penemuan seorang bayi laki-laki yang baru lahir oleh Ondoafi/Iram Walu Nahum Trapen, di jalan setapak saat perayaan ibadah Malam Kudus di Jemaat Dekening, Resor Hollandia-Nimboran, Lembah Grime, Tanah Tabi. Suatu penglihatan yang Tuhan tunjuk kepada Ondoafi Nahum untuk meyakinkan beliau bersama warganya yang juga anggota jemaat Dekening, bahkan kita generasi sekarang, tentang karsa dan karya Allah untuk menyelamatkan umat manusia melalui kelahiran Bayi Yesus di kampung Bethlehem. “Selamat Merayakan Natal Tahun 2023 Dan Menyambut Tahun Baru 2024 Dengan Damai.”
*) Penulis adalah pemerhati Sejarah Pekabaran Injil dan Adat di Tanah Tabi dan Papua

Terkini

Membangun Fondasi dan Identitas Pegunungan Papua

Kamis, 2 Januari 2025 | 13:17 WIB

Pengisian Anggota DPRP Jalur Pengangkatan

Kamis, 28 November 2024 | 10:45 WIB

BAYI YESUS

Kamis, 21 Desember 2023 | 19:10 WIB

MEMAHAMI SUASANA KEBATINAN ORANG ASLI PAPUA

Minggu, 19 April 2020 | 23:19 WIB

Dialog Sektoral untuk Asmat

Jumat, 27 April 2018 | 14:05 WIB