’’Mungkin tambahan itu dibuat menjelang kedatangan Jepang pada Perang Dunia II,’’ ujar alumnus ITS tersebut.
Dari sisi konstruksi, Ady melihat ada kesamaan antara Benteng Karangbolong dan Benteng Kedung Cowek, Surabaya. Antara lain dari konstruksi lengkung, penempatan meriam, dan lokasi benteng yang berada di tepi pantai. Beberapa bangunan baru yang terbuat dari cor-coran semen juga mirip dengan bungker-bungker di Normandi, Prancis.
Catatan sejarah yang didapat Ady menunjukkan pula bahwa benteng tersebut pernah digunakan para pejuang Indonesia. Saat itu para pejuang menghalau kedatangan Belanda kembali ke Indonesia pada 1947. Cerita itu didapat Ady dari juru kunci kawasan Karangbolong, Mbah Yono, saat menyusun buku Benteng-Benteng Surabaya tiga tahun silam.
Masuk ke dalam Benteng Karangbolong, kami merasa seperti berada di lingkaran labirin. Banyak lorong gelap yang tembus ke tempat-tempat lain. Membingungkan. Sebab, bisa jadi tempat yang kita masuki sebelumnya pernah kita lewati.
Kami sempat masuk ke sebuah lorong yang ternyata merupakan tangga menuju ke atas benteng.
Di Benteng Karangbolong, kami juga menemukan pos penjagaan yang persis seperti foto dokumentasi koleksi Spaarnestad, Belanda. Foto lawas tersebut bergambar seorang tentara yang akan memasuki pos monyet atau pos penjagaan. Bedanya, di foto lawas, pos itu tertutupi akar-akar tumbuhan, sedangkan kondisinya saat ini relatif sudah bersih.
Dari Benteng Karangbolong, kami berlanjut ke Benteng Klingker. Sebenarnya, dari Benteng Karangbolong ke Benteng Klingker ada jalan tembus. Hanya, perlu waktu untuk lewat jalan tembus itu. Kami memilih menggunakan perahu, melintasi perairan segara anakan.
Lokasi Benteng Klingker tak jauh dari warung milik Fauzan, pegawai honorer Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan yang sehari-hari ditugasi menjaga mercusuar Nusakambangan.
Meski dekat dari pantai, benteng itu tak terlihat jelas. Sebab, di sekitar benteng tumbuh pohon-pohon menjulang. Secara arsitektur, Benteng Klingker lebih indah dibandingkan Benteng Karangbolong. ’’Jenis bentengnya memang beda,’’ jelas Ady.
Tak banyak literatur yang didapat Ady terkait dengan Benteng Klingker. Catatan sejarah menyebut benteng itu dulu bernama Fort Banjoenjapa. Ady memperkirakan Benteng Klingker lebih tua daripada Benteng Karangbolong. Benteng itu berjenis Martello Tower.
Dinding Benteng Klingker dibuat dari susunan batu bata merah. Termasuk langit-langitnya yang berbentuk melingkar. Bukan dari struktur bangunan cor semen.
Itulah yang membuat benteng tersebut terlihat istimewa. Apalagi, lumut yang menghiasi dinding makin membuat benteng itu tampak indah.
Sayang, kondisi Benteng Klingker lebih mengenaskan dibandingkan Benteng Karangbolong. Beberapa atapnya sudah roboh. Begitu pula lantai dan anak tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua, banyak yang sudah runtuh.
Anggota Intel Lanal Cilacap sempat naik ke lantai atas Benteng Klingker. Dia naik ke lantai atas lewat cabang pohon tua yang tumbuh mengitari benteng. Di sekitar Benteng Klingker juga banyak bungker. Mungkin dulu dibangun mengitari benteng untuk persembunyian pasukan dari serangan musuh.
Selesai dari Benteng Klingker, kami menyeberang kembali ke Cilacap. Tujuan kami ke Benteng Pendem. Lokasinya tak jauh dari kilang minyak Pertamina. Benteng ini memang destinasi wisata yang dikelola pemkab setempat. Meskipun menjadi tempat wisata, beberapa titik dibiarkan kumuh.