“Kalau hal-hal ini terjadi, maka akan merusak proses pembangunan.”
“Itu sebabnya, kami jelaskan agar publik tahu dan bagaimana kita jalan sama-sama untuk menciptakan Papua yang damai,” ucapnya.
Menurutnya, tujuan gereja hadir agar masyarakat menikmati hidup yang damai di Papua.
“Kami punya komitmen tetap menjaga Papua sebagai tanah damai.”
“Sehingga kita jaga agar tidak terjadi gesekan-gesekan yang dapat memengaruhi proses pembangunan, jelasnya lagi.
Menambahkan, Sekretaris Umum GKII di Papua, Hussain Diman, menjelaskan bahwa organisasi gereja yang sah harus terdaftar di Kementerian Agama RI.
Sesuai aturan, badan hukum gereja berbeda dengan badan hukum perkumpulan atau ormas.
“Masalahnya, ada pihak-pihak yang membentuk organisasi seolah-olah gereja padahal tidak berbadan hukum gereja.”
“Hal ini bisa menyesatkan masyarakat dan bahkan merugikan pemerintah,” kata Hussain Shahz Diman.
Ia mencontohkan, pemerintah bisa salah menyalurkan dana kepada pihak yang tidak memiliki legalitas resmi.
Kondisi tersebut berisiko melahirkan kekeliruan yang berlarut-larut jika tidak segera diluruskan.
Hussain menambahkan, GKII memiliki dasar hukum yang kuat sejak SK Dirjen Bimas Kristen Nomor 87 Tahun 1987.
Akta notaris dan pengumuman di Berita Negara juga memperkuat legalitas GKII sebagai gereja resmi.
Ia juga menjelaskan, persoalan penggunaan logo GKII pernah bergulir di Pengadilan Niaga Makassar.
Putusan pengadilan hingga tingkat kasasi menetapkan GKII sebagai pemilik sah logo, dan keputusan itu sudah berkekuatan hukum tetap.