CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA - Wanita memainkan peran penting dalam masyarakat kita. Mereka adalah ibu tercinta, saudara perempuan, pasangan, teman dan rekan kerja. Namun, mereka sering menjadi korban kekerasan, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Hal ini ditandai meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi. Terutama pada kelompok rentan yang kerap teraniaya dan menjadi korban.
Isu kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kasusnya yang terus meningkat, namun juga eksplanasi perbuatan pelaku yang dilakukan pada korban semakin tidak manusiawi dan merendahkan perempuan.
Kepada media, Koordinator Koalisi Enam Belas Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) Kota Jayapura Novita Opki mengatakan pihaknya telah melakukan sejumlah rangkaian kampanye tahunan, yang dijatwalkan mulai, (25/11-10/12/2025).
Sebutnya perayaan tahun ini (2025) bertema “Kami Ada, Kami Melihat, Kami Mendengar, Kami Merasakan, Kami Tidak Tinggal Diam, dan Kami Melawan” , gerakan ini menegaskan kembali keberpihakan perempuan Papua terhadap korban kekerasan yang terus terjadi di Tanah Papua.
Dalam kampanye, Koalisi menggelar beragam kegiatan, mulai dari survei kasus kekerasan terhadap perempuan, podcast tematik soal HAM dan ekoteologi, diskusi tentang marital rape, workshop zine, hingga kampanye HAM di media sosial. Rangkaian agenda akan ditutup pada Hari HAM Internasional.
"Momen ini menjadi momen penting bagi kita semua perempuan dan semua kelompok yang terus perjuangkan keadilan diatas tanah Papua," kata Novita dalam konferensi persnya di Gedung Sopie P3W Padangbulan, Jayapura, Senin (9/12/2025).
Lebih lanjut Novi mengungkapkan bahwa peringati hari kekerasan perempuan sedunia yang dilakukan oleh pihaknya itu merupakan sebagai bentuk merefleksikan semua kekerasan yang terjadi pada perempuan Papua dari tahun ke tahun.
Menurutnya perempuan Papua hingga sekarang masih berada dalam jurang penindasan, baik dilakukan secara struktural maupun secara kultural. Di Papua ruang aman bagi perempuan Papua sangat sulit didapatkan oleh perempuan terutama di daerah yang konflik.
Ungkapnya kehidupan perempuan Papua di daerah konflik hingga saat ini sangat tidak aman. Mulai, dari tempat mereka berkebun mencari makan, maupun ruang-ruang kehidupan mereka terus diambil dengan segalah bentuk kekerasan.
"Di kamp-kamp pengungsi segala aktivitas perempuan terbatas, sering mendapatkan kekerasan berlapis-lapis dirasakan perempuan yang ada di daerah konflik dari tahun 2018 hingga sekarang (2025)," ungkapnya.
Sementara itu, Fien Jarangga dari TIKI-Jaringan HAM Papua, menegaskan bahwa peringatan 16 HAKTP bukan sekadar agenda tahunan, tetapi mengingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan Papua tidak terjadi di ruang kosong.
“Peringatan ini adalah wujud kepedulian perempuan Papua terhadap korban dan Saksi korban konflik politik, keamanan, dan perebutan sumber daya alam. Peristiwa-peristiwa yang sama masih berlangsung hingga hari ini, dengan pola yang sama,” ungkap Fien.