MERAUKE-Kasus perlindungan anak di Merauke dari waktu ke waktu terus meningkat. Kasus perlindungan anak yang terjadi tersebut terutama terkait dengan masalah pelecehan seksual, kemudian berhubungan badan layaknya suami istri. Dimana hubungan badan tersebut ada yang dilakukan suka sama suka dan ada pula yang dilakukan dengan berbagai rayuan.
Tanpa disadari oleh pelakunya bahwa jika orang tua atau keluarga dari korban dalam hal ini perempuan yang masih di bawah umur melaporkan kasus tersebut akan berhadapan dengan hukum dengan ancaman hukuman yang cukup tinggi yakni maksimal 15 tahun dan paling rendah 4 tahun.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB Kabupaten Merauke Olvi Mandala, S.Sos, MM, mengakui bahwa meski UU Perlindungan Anak ini sudah cukup lama namun belum seluruhnya sampai kepada masyarakat. Sehingga masih ada anggapan bahwa ketika itu dilakukan suka sama suka maka akan lepas dari jeratan hukum. Padahal, ketika keluarga dari korban tidak menerima dan laporkan kasus itu ke Polisi maka tetap akan diproses secara hukum.
“Kami juga berupaya untuk mensosialiasikan kepada masyarakat sehingga semakin dipahami, meski diakui informasi ini belum seluruhnya diketahui oleh masyarakat,” katanya.
Dikatakan, jika pelecehan seksual atau hubungan layaknya suami istri dilakukan baik dengan perempuan dan laki yang sama-sama di bawah umur atau perempuan yang masih di bawah umur dan laki-laki yang sudah dewasa, yang selalu menjadi korban adalah perempuan.
“Kalau dia masih sekolah maka pendidikanya bisa putus, kemudian dari sisi mental dan fisik belum siap untuk memasuki rumah tangga. Makanya di UU perkawinan itu, perempuan yang belum berusaia 19 tahun belum diperbolehkan untuk meniah,’’ katanya.
Menurutnya, kasus kekerasan seksual atau perlindungan anak terjadi karena banyak faktor diantaranya dengan kemajuan teknologi terutama lewat telpon genggam. Sebab, dengan melalui sebuah handphone android, seluruhnya bisa diakses baik dalam bentuk gambar, suara maupun video. Karena itu, lanjutnya, keluarga menjadi kunci untuk menghindarkan anak terjerumus dalam perilaku negatif tersebut. Apalagi jika dalam keluarga, kedua orang tua sibuk dan tidak memiliki waktu untuk anak.
‘’Kalau anak sudah pegang handphone, dan tanpa pengawasan dari kita sebagai orang tua, maka kita tidak tahu apakah anak memang belajar atau justru bermain. Jadi perlu pengawasan yang ketat dari kita orang tua,’’ terangnya. Di dalam keluarga, juga sejak dini harus ditanamkan akhlak kepada anak sehingga tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab dan sebagainya. (ulo/tri)