Karena akibatnya bisa berkepanjangan yang pada akhirnya menganggu ketertiban umum dan keamanan dimasyarakat itu sendiri.
ABR mengaku bahwa, setiap persoalan atau masalah semua bisa diatasi dengan baik, salah satunya dengan datang berdialog langsung dengan Pemerintah.
Dirinya juga akan selalu terbuka dan siap menampung aspirasi masyarakat asalkan semua aspirasi itu disampaikan dengan cara yang baik tanpa harus lewati cara demo di jalan dan palang.
Politisi Golkar berharap, melalui dialog suara masyarakat dapat tersalurkan secara efektif tanpa menimbulkan gangguan ketertiban umum.
ABR juga tidak alergi dengan kritikan, justru baginya adanya kritikan dari masyarakat sangat bagus untuk bersama-sama membangun Kota Jayapura ini lebih baik lagi.
Lanjut ABR bahwa, penyampaian aspirasi atau demo tidak dilarang, karena merupakan hak yang dijamin konstitusi dan diatur oleh undang-undang.
Namun, ada larangan terhadap demonstrasi yang dilakukan secara anarkis, merusak, mengancam, memprovokasi kebencian, atau melanggar aturan itu yang harus dihindari dan tidak boleh terjadi di Kota Jayapura.
"Penyampaian aspirasi di ruang publik boleh saja, saya tidak melarangnya, alangkah baiknya jika saya pribadi memberikan saran agar mulai sekarang kita rubah cara ini dengan datang berdialog saja. Sebagai Wali Kota saya siap menerima dan menyelesaikan masalah itu," tegasnya.
ABR menjelaskan, walaupun dirinya saat ini mengemban tugas sebagai Wali Kota Jayapura, namun latar belakangnya juga adalah seorang tokoh adat di Port Numbay sebagai Ondoafi Besar dari Kampung Skouw Yambe.
Pihaknya juga sudah berkomitmen dengan masyarakat adatnya di 3 Kampung Skouw Perbatasan RI-PNG untuk memberikan dukungan kepada Pemerintahan Kota Jayapura dan Pemerintah Provinsi Papua.
"Saya berharap Kota Jayapura ini aman dan damai selamanya dan tentu ini menjadi harapan bagi semua orang yang hidup dan tinggal di kota ini," tutup mantan Ketua DPRK Kota Jayapura ini. (*)