papua-barat

PGI : Jangan Merusak Alam Demi Investasi

Kamis, 12 Juni 2025 | 04:57 WIB
Eksploitasi tambang nikel di kawasan gugusan pulau-pulau Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keindahan alam yang selama ini menjadi tujuan wisata kelas dunia. (CEPOSONLINE.COM/ISTIMEWA)

CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA- Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) meyakini bahwa masa depan bumi hanya dapat dijaga bila umat manusia kembali menata relasinya dengan alam dalam kerendahan hati dan tanggung jawab. Dengan perspektif ini, PGI menyatakan keprihatinan mendalam atas semakin meluasnya praktik industri ekstraktif di Indonesia yang mengabaikan keberlanjutan ekologis, keadilan sosial, dan martabat kemanusiaan. 

  PGI memandang, Indonesia saat ini menghadapi krisis ekologis yang semakin serius, di mana hutan tropis dan pulau-pulau kecil dibuka untuk pertambangan. Tanah, air, udara, dan semua ciptaan Tuhan yang wajib dijaga demi rumah bersama justru menjadi korban keserakahan atas nama pembangunan dan keuntungan material. 

    Kualitas air menurun akibat sungai tercemar limbah industri. Di mana-mana masyarakat adat kehilangan ruang hidup dan mata pencahariannya. " Dengan berduka, kita menyaksikan krisis ekologis yang ditandai hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, perubahan iklim, dan ketidakadilan terhadap masyarakat lokal," ujar Pdt Darwin Darmawan, Sekretaris Umum PGI dalam siaran Persnya.

 Dikayakan, Krisis ekologis menjadi sorotan Sidang Raya XVIII PGI di Rantepao, Toraja, tahun 2024, yang mengusung tema “Hiduplah sebagai terang yang membuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran”. Bahkan PGI mulai melihat terjadinya polikrisis termasuk ekologis– yang menuntut komitmen kuat untuk meresponsnya. 

  Pesan Sidang Raya XVIII yang mendesak PGI, gereja-gereja,dan mitra-mitranya untuk merawat bumi sebagai rumah bersama dalam spirit keugaharian. " Pesan tersebut mengajak kita melawan keserakahan oligarki yang melakukan eksploitasi alam secara berlebihan, serta menolak praktik-praktik destruktif terhadap ciptaan," terangnya.

   Perkembangan terkini menyangkut eksploitasi tambang nikel di kawasan gugusan pulau-pulau Raja Ampat, Papua Barat Daya, menunjukkan bagaimana keindahan alam yang selama ini menjadi tujuan wisata kelas dunia, situs warisan budaya adat, dan pusat keanekaragaman hayati global justru terancam oleh ekspansi industri pertambangan. Dunia kini mencermati meningkatnya ancaman perusakan yang nyata terhadap kawasan konservasi laut dan budaya maritim di kawasan yang telah dikukuhkan UNESCO sebagai ‘Global Geopark pada 23 Mei 2023’. 

  Pada bagian lain di tanah air, dari pertambangan serupa di Morowali, Sulawesi, Maluku, hingga konflik agraria di Sumatera Utara antara pelaku industri dan komunitas adat menjadi bukti bagaimana industri berkarakter ekstraktif kerap kali mengorbankan hak-hak masyarakat adat dan menciptakan ketegangan sosial yang berlarut. Belum lagi persoalan aktivitas penanaman monokultur tanaman industri dan penebangan hutan yang telah mengancam biodiversitas alam. Kasus-kasus ini menjadi potret nyata betapa industri ekstraktif di Indonesia belum ramah lingkungan dan memenuhi visi pemeliharaan alam berkelanjutan.    

   Apa yang terjadi akhir-akhir ini memperlihatkan praktik-praktik eksploitasi sumber daya atas nama hilirisasi, namun berlangsung secara destruktif, tanpa visi pemulihan, penciptaan keadilan, dan pertimbangan moral-spiritualitas ekologis. Bukan hanya di Raja Ampat dan Danau Toba, praktik-praktik serupa juga kita ketahui terjadi di Teluk Weda, Halmahera (pertambangan nikel), di Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara (pertambangan pasir dan batu), di Morowali, Sulawesi Tengah (pertambangan nikel), di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara (pertambangan emas), di Kepulauan Bangka Belitung (pertambangan timah), di Pulau Buru, Maluku (pertambangan emas), dan di daerah-daerah lain di tanah air. 

   " Dalam hal spiritualitas ekologis, PGI menegaskan bahwa alam adalah ciptaan Allah yang sakral, tempat di mana Allah turut berdiam bersama dengan manusia dan segala ciptaan. Karenanya, umat manusia dipanggil untuk mengusahakan dan memelihara alam secara bertanggung jawab dan berkelanjutan (bdk. Kejadian 2:15), alih-alih mengeksploitasi dalam nafsu kerakusan," ungkapnya. 

  PGI menentang teologi antroposentris tentang alam. Manusia bukan pusat dan pemilik mutlak alam, tetapi merupakan bagian dari alam yang adalah rumah bersama dengan makhluk hidup lainnya. Dalam rumah itu, manusia harus berbagi kehidupan dengan makhluk lain dalam keseimbangan ekologis. " Itulah nilai kehidupan yang juga diwariskan para pendahulu kita melalui kearifan lokal masyarakat adat. Kehidupan manusia bergantung pada keberlanjutan alam dan ekosistemnya. Manusia bukan tuan atas alam, melainkan sahabat penatalayan (steward), yang wajib merawat dan mendukung keseimbangan ekologis demi keberlangsungan hidup semua makhluk di bumi," ujarnya.

  Maka, berdasarkan keyakinan iman dan komitmen menjaga keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan, PGI menyampaikan seruan dan desakan kepada:

 Pertama, Industri pertambangan di Indonesia agar secara serius menerapkan standar pertambangan yang bertanggung jawab (responsible mining), yang menghormati batas daya dukung lingkungan. Setiap industri pertambangan kiranya menegakkan prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent), sehingga kemitraan yang berkeadilan dengan komunitas lokal dan masyarakat adat menjadi norma yang dijunjung dalam relasi industri dengan masyarakat.

 Dalam aktivitas pertambangan, hendaknya para pelaku industri pertambangan mengedepankan efisiensi sumber daya, meminimalisir terjadinya degradasi lingkungan, dan dengan sepenuh hati melakukan konservasi keanekaragaman hayati. 

  " Kami mendesak dunia industri pertambangan di Indonesia, agar tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial jangka pendek, melainkan pada tanggung jawab sosio-ekologis jangka panjang, di mana keadilan dari generasi ke generasi terwujud. Untuk itu, pelaku industri ekstraktif juga harus memastikan upaya-upaya reklamasi dan restorasi ekologis berjalan bersamaan dengan aktivitas ekstraktif sebagai wujud kearifan industrial — bukan sebagai beban paska tambang," tegasnya.

Halaman:

Tags

Terkini

PGI : Jangan Merusak Alam Demi Investasi

Kamis, 12 Juni 2025 | 04:57 WIB