“Kita membutuhkan gerakan nasional peremajaan. Kita tak bisa mengandalkan mesin lama untuk menggerakkan masa depan,” katanya.
Eddy juga menegaskan bahwa kebijakan biofuel seperti B35 dan B40 telah berperan besar menciptakan permintaan domestik yang stabil. Kebijakan tersebut juga memperkuat kontribusi sawit terhadap penurunan emisi nasional.
Pada kesempatan tersebut, Eddy mengumumkan pemenang kompetisi koperasi pekebun paling produktif yang berasal dari Kutai Timur, Kalimantan Timur. Koperasi tersebut mencatatkan produktivitas 37,4 ton TBS yang menjadi capaian tertinggi tahun ini.
Ia juga memberikan sorotan khusus kepada inovasi generasi muda melalui National Palm Oil Hackathon 2025 yang diikuti 139 tim dari 35 universitas. Pemenangnya, Tim BiFlow dari ITS Surabaya, berhasil menciptakan teknologi “RAPIDS” berbasis machine learning untuk mendeteksi penyakit Ganoderma.
Selain itu, Eddy mengumumkan kolaborasi internasional melalui Elaeidobius Consortium bersama Tanzania Agricultural Research Institute. Kolaborasi ini diharapkan meningkatkan efisiensi penyerbukan pada perkebunan kelapa sawit.
Konferensi tahun ini menyajikan rangkaian agenda strategis yang mencakup kebijakan domestik, harmonisasi regulasi, serta respons terhadap EUDR. Diskusi juga mencakup dinamika pasar minyak nabati global, hilirisasi, biofuel, dan diplomasi perdagangan.
IPOC 2025 akan berlangsung pada 13–14 November 2025 dengan menghadirkan pembicara dunia seperti Thomas Mielke dari Oil World, Julian Conway McGill dari Glenauk Economics, serta Ryan Chen dari Cargill China. Konferensi ini diharapkan memberikan arah strategis bagi industri sawit tahun 2026.(*)