“Yang kedua, tentunya ada campur tangan oknum pejabat di kementrian terkait.
“Juga, ada proses yang tidak prosedural baik administrasi izin usaha pertambangan nikel,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, sambung Mandenas, perlu dilihat secara menyeluruh, termasuk memanggil pihak perusahaan.
“Mengingat masalah AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) di Papua, selama ini pemerintah cukup mengabaikan hal tersebut, termasuk di Raja Ampat.”
Makanya, eks Anggota DPR Papua ini mendesak agar perusahaan tambang di Raja Ampat tidak hanya diperiksa, melainkan diproses hukum jika kemudian ditemukan pelanggaran yang signifikan, terutama terhadap regulasi soal perizinan.
“Termasuk AMDAL yang belum tentu perusahaan tersebut penuhi regulasinya,” katanya.
Mandenas berharap, kasus tambang di Raja Ampat menjadi pintu masuk untuk memeriksa seluruh Izin pertambangan yang beroperasi di Papua.
“Masalah ini membuka mata kita di mana banyak sekali tambang di Papua yang menyalahi aturan pemerintah, namun tetap diberikan rekomendasi untuk beroperasi.”
“Karena, banyak laporan masyarakat yang kami terima bahwa adanya tambang-tambang ilegal yang masih beroperasi dengan bekingan dari Oknum aparat pemerintah maupun oknum aparat TNI/Polri.”
“Jadi, termasuk tambang emas, dari Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nabire, Waropen, dan beberapa kabupaten lain di Papua, saya berharap kementrian SDM segera menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Perusahan - Perusahan yang sudah beroprasi di Papua, termasuk juga berhati-hati dalam mengeluarkan izin,” pungkasnya. (*)