Tak ayal, jika tambang nikel di Raja Ampat tidak dihentikan, maka banyak fauna endemik akan hilang, di antaranya:
- Spesies endemik Raja Ampat seperti biawak Waigeo, udang mantis merak, hiu karpet berbintik dan lainnya.
- Ikan pari manta (manta rays) yang dilindungi dari kepunahan.
- Berbagai spesies dari terumbu karang. Raja Ampat merupakan rumah bagi 75 persen spesies karang di dunia.
- 500 spesies ikan, 47 spesies mamalia, dan 274 spesies burung.
- Lebih dari 8.775 hektare hutan terancam dibabat untuk pertambangan nikel.
- Ratusan pulau kecil yang menjadi daya tarik utama Raja Ampat.
- Kegiatan ekowisata berbasis ekonomi masyarakat lokal yang berpotensi besar menyumbang peningkatan pendapatan daerah.
- Sumber kehidupan bagi masyarakat kampung/setempat di Raja Ampat.
Bahkan, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan Raja Ampat sebagai potongan surga terakhirnya yang menjadi destinasi wisata, tempat healing, dan liburan palilng indah.
Greenpeace Indonesia telah memetakan lokasi semua izin berdasarkan data pemerintah Indonesia:
Lima izin yang masih aktif, di samping 11 izin yang telah dikeluarkan dan dibatalkan, sehingga total ada 16 izin yang masih aktif dan yang telah dibatalkan di seluruh pulau-pulau di Raja Ampat.
Adapun 13 dari izin-izin tersebut berada di dalam batas-batas Geopark Global UNESCO Raja Ampat.
Lebih dari setengahnya terletak di dalam kawasan yang saat ini atau sebelumnya dilindungi menurut klasifikasi lahan Pemerintah Indonesia.
Salah satu lokasi paling terkenal di Raja Ampat, Piaynemo, yang juga dikenal dengan sebutan 'Langkah Jokowi', merupakan salah satu wilayah yang sebelumnya memiliki izin untuk pertambangan nikel.
Berikut seruan Greenpeace Indonesia untuk tambang nikel di Raja Ampat:
- Evaluasi dan cabut izin tambang nikel di Raja Ampat
- Tinjau ulang kebijakan industrialisasi nikel di Indonesia
- Berhenti membuat masyarakat menderita karena kebijakan industrialisasi nikel
(*)