Memang, Masjid Bayan Beleq hanya dibuka pada waktu-waktu tertentu. Yaitu, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, dan Maulid Nabi Muhammad SAW. ’’Selebihnya ditutup,’’ tutur Ratmanom.
Ratmanom yang punya nama lain Amaq Riajim menuturkan, konstruksi Masjid Kuno Bayan Beleq memiliki filosofi tersendiri. Terdiri atas kepala, badan, dan kaki.
Apakah ada kaitanya dengan Islam waktu telu? Pria yang sudah menjabat penghulu selama 30 tahun tersebut menjelaskan, ada yang salah kaprah dengan istilah Islam waktu telu.
’’Sebutan yang benar adalah waktu telu (tiga waktu, Red). Kalau Islam waktu telu, tidak ada,’’ ujarnya, lalu tersenyum.
Tiga waktu, jelas dia, berhubungan dengan unsur kehidupan. Yaitu, alam gaib, alam dunia, dan alam akhirat. Semua manusia, kata dia, selalu menempuh tiga fase kehidupan tersebut.
Yang dimaksud alam gaib adalah kehidupan di kandungan ibu selama 9 bulan 10 hari. Kemudian, manusia hidup di dunia dan terakhir mati. Hidup di akhirat. ’’Kehidupan di akhirat inilah yang abadi. Di sana manusia hidup selama-lamanya,’’ tuturnya.
Dia percaya, kandungan filosofis struktur Masjid Kuno Bayan Beleq menjadi panduan hidup masyarakat Lombok. Tradisi adat istiadat dan agama tidak boleh sampai luntur. Itu menjadi bukti bahwa tonggak peradaban masyarakat Lombok dibangun di atas kesadaran adat dan spiritual. Dua unsur itu menyatu sampai sekarang.
Karena itu, menurut pria 75 tahun tersebut, gempa yang mengguncang Lombok mesti dibaca sebagai teguran dari Tuhan. Agar masyarakat kembali ke ajaran adat dan agama. ’’Kita ini makhluk kecil. Mungkin selama ini kita terlalu sombong,’’ ungkap kakek enam cucu itu.
Selama ini, kata dia, masyarakat Lombok dikenal teguh memegang kearifan lokal. Tradisi adat dan agama menjadi panutan. Masyarakat percaya, menjaga tradisi adat dan menjalankan perintah agama bakal menghindarkan dari gangguan bencana alam.
Di luar bangunan yang masih lestari, areal sekitar Masjid Bayan Beleq kurang terawat dengan baik. Itu terlihat dari tidak adanya papan informasi.
Padahal, media informasi sangat dibutuhkan pengunjung untuk mengetahui silsilah masjid. Apalagi, di sekitar masjid ada enam bangunan lain. Konon, itu adalah makam para pendiri masjid tersebut.
Selain itu, kawasan tersebut dipenuhi tumbuhan liar di sana-sini. Daun-daun kering berserakan. Areal taman juga tidak lagi tertata rapi.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Lombok Utara (KLU) Muhammad berjanji melakukan perbaikan. Termasuk pemasangan papan informasi. Tahun depan pihaknya membangun sejumlah fasilitas. Misalnya, mempercantik areal makam dan taman di sejumlah titik.
’’Kami sudah punya rencana jangka panjang mempercantik areal masjid ini,’’ ujarnya. (*/c5/ttg)