Aktivitas ibu-ibu mengisi waktu senggang dengan membuat piring yang berbahan dasar dari lidi, Sabtu (28/7). (FOTO : Elfira/Cepos)
Dihuni 2 Warga Negara Sejak Lama Karena Ikatan Kekeluargaan
Sepintas, kehidupan di kampung ini sama seperti di kampung-kampung lainnya, namun ketika berada disana, barulah terasa ada keunikan dari kehidupan masyarakat di kampung Mosso, sebuah kampung daalm wilayah Kota Jayapura, yang berada persis di garis batas Negara RI-PNG.
Laporan- Elfira
Kampung Mosso berada di wilayah seluas sekitar 5.000 hektar dekat perbatasan RI-PNG. Ini kampung terjauh dari pusat Kota Jayapura, jaraknya 35 Km kearah timur atau kurang lebih 7 Km dari pusat Distrik Muara Tami, distrik di dekat wilayah perbatasan. Di kampung ini, warga Papua Nugini dan penduduk asli setempat yakni warga Kampung Mosso, hidup rukun antara satu dan lainnya.
Tak sebatas hidup rukun, hubungan kekerabatan antara warga Mosso dan warga PNG yang sudah ada sejak lama mempengaruhi segala aspek kehidupan di kampung ini. Salah satunya yang unik adalah penmggunaan bahasa. Warga Kampung Mosso yang rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai petani ini dalam kesehariannya kerap menggunakan bahasa PNG ( bahasa Inggris Pidgin) yang disebut Tok Pisin serta bahasa Indonesia. Baik orang dewasa ataupun anak-anak fasih menggunakan dua bahasa ini disamping bahasa lokal Mosso.
Dari informasi yang diperoleh Cenderawasih Pos ketika datang ke Kampung Mosso, Sabtu (28/7). Kampung ini dihuni sebanyak 62 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sekitar 200 jiwa. Tak sedikit ditemui Warga Negara Papua Nugini yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai Kota Jayapura.
Seperti Nabila, seorang ibu rumah tangga ini mengaku dirinya aslinya adalah Warga PNG, namun sejak 9 tahun silam memilih tinggal dan menetap di Kampung Mosso, Kota Jayapura, Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu, iapun mengurus KTP agar bisa diakui sebagai warga Negara Indonesia yang tinggal di Kampung Mosso yang berbatasan langsung dengan PNG ini.
Persoalan yang terjadi di PNG, membuat ibu 3 anak ini memilih menetap di Kampung Mosso. Namun, sesekali ia akan berkunjung ke PNG untuk melepas rindu dengan keluarganya, atau keluarganyalah yang datang ke Kampung Mosso untuk melepas rindu dengannya dan ketiga anaknya serta suaminya.
“ Sesekali pulang ke sana (PNG-red) jika ada keperluan, atau ada kerabat yang meninggal,” ucap ibu rumah tangga ini dengan dialeg khasnya.
Adanya warga PNG di Kampung Mosso dibenarkan Kepala Kampung Mosso Agus Wepafoa, pria 52 tahun ini menyebutkan jika ada persoalan yang terjadi di PNG. Maka mereka memilih datang di Kampung Mosso, lama kelamaan mereka memilih menetap menjadi warga Kampung Mosso dan mengurus KTP Kota Jayapura.
Menurut Agus, jangankan di Kampung Mosso, di Kota Jayapura sekalipun banyak ditemukan orang PNG menetap di sana. Hal ini kata dia, lantaran adanya ikatan kekeluargaan yang melekat antara orang PNG dan penduduk asli Kota Jayapura yang sulit dipisahkan dan dilain sisi para petugas tidak mampu untuk memulangkan mereka ke daerah asalnya.
“Hubungan baik itu tetap ada, dulu sebelum ekor dan kepala belum putus hubungan kekerabatan itu terjalin sangat baik,” ungkap pria yang menjabat Kepala Kampung Mosso sejak tahun 2016 ini.
Ekor dan kepala belum putus yang dimaksudkan yakni, antara papua dan Papua New Guinea dalam sejarahnya, dulu adalah satu. Karena berada di satu pulau, yakni pulau Papua. Kemudian, terbagi dalam dua wilayah, yang dipisahkan dalam batas Negara, RI- dan PNG.
Ia lantas menceritakan asal muasal Kampung Mosso. Kampung tersebut dinamai Kampung Mosso lantaran terdapat Kali Mosso, namun nama sesungguhnya dari Kampung tersebut yakni Nyau Nemu yang ditempati oleh orang asli Kota Jayapura