CEPOSONLINE.COM, MERAUKE- Mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke Thiasoni Betaubun, akhirnya dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Merauke ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Jayapura.
Kepala Kejaksaan Negeri Merauke Dr. Paris Manalu, SH, MH melalui Kasi Pidsus Donny Stiven Umbora, SH, MH, mengungkapkan, eksekusi ini dilakukan pada 29 Oktober 2025 lalu.
‘’Eksekusinya dilakukan 29 Oktober 2025 lalu. Sebenarnya, yang bersangkutan masih tetap menjalani penahanan di Lapas Klas IIA Abepura. Tapi, karena kasasi dari Mahkamah Agung turun sehingga kita eksekusi untuk putusan kasasi MA tersebut,’’ kata Donny Stiven Umbora, di ruang kerjanya, Jumat (14/11/2025).
Donny Stiven Umbora menjelaskan, oleh Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman kepada mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke Thiasoni Betaubun dengan hukuman selama 4 tahun denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
‘’Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 325.616.700. Jika terpidana tidak membayar pengganti paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang berkukuatan hukum tetap maka harta bendaynya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
‘’Jika tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana pejara selama 1 tahun,’’ terangnya.
Putusan kasasi yang dijatuhkan Mahkamah Agung tersebut lebih tinggi dari putusan pengadilan tingkat pertama yakni pidana penjara selama 3 tahun denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Atas putusan itu, JPU menyatakan menolak putusan tersebut dan menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi.
‘’Putusan Pengadilan Tinggi lebih rendah lagi dari putusan pertama itu, sehingga kami dari Jaksa Penuntut Umum kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung sehingga kasasinya telah turun dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu,’’ terangnya.
Kasi Pidsus Donny Stiven Umbora menjelaskan bahwa setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap pihaknya menunggu untuk pembayaran uang pengganti.
‘’Tapi kalau tidak dibayar maka kita akan telusuri harga benda yang bersangkutan yang bisa dilelang untuk mengganti uang pengganti tersebut,’’ pungkasnya.
Sekadar diketahui, kasus korupsi ini terkait dengan gaji guru honorarium SD sebesar Rp 8,6 miliar yang seharusnya dibagi kepada 224 guru tenaga kontrak yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Tedepan, Terluar ) tahun 2019.
Karena anggaran ini sudah dicairkan, selanjutnya pada akhir tahun ada sisa uang yang perhitungan sebelumnya sebesar Rp 700 juta yang harus dikembalikan yang dibayarkan karena adanya selisih dari absensi, sehingga pada tahun 2020 setelah diopname oleh Inspektorat ada sisa dana dalam kas yang seharusnya dikembalikan.
Jika sebelumnya ada kerugian negara sebesar Rp 450 juta, namun penghitungan terakhir dari BPKP ditemukan kerugian negara sebesar Rp 830 juta.