menyapa-nusantara

Gotong Royong Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Papua

Kamis, 20 November 2025 | 21:02 WIB
Ilustrasi guru. (CANVA.COM)

Oleh A. Roni Kurniawan*)

 

Jakarta, 18/11 (ANTARA) - Di satuan pemukiman 2 Kampung Kalisemen, Nabire, Papua, setiap kali jam mengajar selesai, seorang guru perempuan bernama Hermus tidak langsung pulang ke rumah.

Ia melangkah menuju sebuah bangunan kecil bernama Rumah Baca Lilin Kecil (RBLK), tempat sederhana yang setiap sore berubah menjadi ruang belajar tambahan bagi anak-anak di sekitarnya.

Di sana, ia menyambut murid-murid yang datang dalam kondisi beragam. Sebagian harus mandi terlebih dahulu, sebagian perlu diberi makan sebelum mereka siap mulai belajar.

Dari tangan kecil Hermus, lahirlah sebuah ikhtiar yang tampak sederhana, tapi sangat berarti yakni memberi kesempatan belajar tambahan bagi anak-anak Papua yang akses pendidikannya terhambat oleh kondisi geografis, minimnya infrastruktur, serta keterbatasan tenaga pengajar.

Papua adalah tanah yang kaya sumber daya tetapi tertinggal dalam layanan dasar, termasuk pendidikan. Ketimpangan fasilitas sekolah, kurangnya guru tetap, dan sulitnya akses sanitasi menjadi tantangan yang terus membayangi.

Banyak anak memulai sekolah pada usia terlambat, dan tidak sedikit yang berhenti belajar karena tuntutan ekonomi keluarga.

Hermus memahami betul kenyataan itu. Ia datang dari Konbaki, sebuah desa di Nusa Tenggara Timur (NTT), dua puluh tahun lalu setelah menerima tawaran mengajar dari Yayasan Pesat.

Sejak itu ia menetap, mencintai Nabire, dan menjadi guru kelas 1 SDN Inpres 01. Di kelasnya sering ditemukan anak-anak berusia 12 hingga 15 tahun karena terlambat masuk sekolah.

Tantangannya bukan hanya mengajar membaca dan berhitung, tetapi membantu mereka mengejar ketertinggalan sebelum usia dewasa yang menuntut mereka bekerja membantu keluarga.

Kerinduan Hermus untuk melihat anak-anak lebih cepat maju membuatnya merintis RBLK bersama suaminya, Henry, yang juga seorang  guru.

Dengan segala keterbatasan, keduanya menyediakan waktu, tenaga, dan perhatian. Berbagai bantuan kecil datang perlahan, hingga berdirilah bangunan RBLK yang kini memasuki tahun ketiga, meski fasilitasnya masih jauh dari ideal. Kisah Hermus sesungguhnya menggambarkan potret besar persoalan pendidikan Indonesia.

Negeri ini sedang menjemput bonus demografi yang bisa menjadi mesin kemajuan bangsa. Namun, kualitas pendidikan masih harus dikejar. Hasil PISA 2022 menempatkan Indonesia di peringkat ke-66 untuk literasi membaca, ke-70 untuk matematika, dan ke-67 untuk sains dari 79 negara.

Halaman:

Tags

Terkini

Bantuan Kesehatan Bagi Korban Banjir di Sumatera

Selasa, 9 Desember 2025 | 19:01 WIB

Perbarui sertifikat untuk cegah sengketa

Kamis, 20 November 2025 | 21:05 WIB

Prabowo targetkan tambah 30 fakultas kedokteran baru

Kamis, 20 November 2025 | 20:53 WIB

W.R. Supratman: Pahlawan mewangi, bukan berdarah

Rabu, 12 November 2025 | 19:54 WIB

Biaya haji 2026 turun

Rabu, 5 November 2025 | 04:03 WIB