CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA–Fraksi Keadilan Pembangunan DPR Provinsi Papua melayangkan sejumlah catatan kritis kepada Gubernur Papua terkait rancangan APBD Tahun Anggaran 2026.
Catatan itu disampaikan dalam rapat paripurna pandangan fraksi-fraksi di Ruang Rapat Paripurna DPR Papua, Rabu (10/12/2025) malam.
Ketua Fraksi Gabungan Keadilan Pembangunan, Ir. H. Junaedi Rahim menegaskan kondisi penurunan pendapatan daerah, termasuk Dana Otonomi Khusus (Otsus), sudah berada pada tahap mengkhawatirkan dan membutuhkan langkah strategis dari pemerintah provinsi.
Dalam pandangannya, fraksi menyoroti tajam turunnya dana Otsus tahun 2026 yang hanya sebesar Rp 554,6 miliar, atau menurun Rp 344,6 miliar (62,15 persen) dibandingkan tahun 2025.
Fraksi meminta Pemerintah Provinsi Papua agar mendesak pemerintah pusat tidak melakukan pemotongan dana transfer yang bersumber dari Otsus, karena penurunan tersebut berpotensi memicu dampak ekonomi, sosial, politik, hingga keamanan.
"Pengurangan dana Otsus akan berdampak pada hak-hak orang asli Papua (OAP) untuk mendapatkan kesejahteraan, dan bisa memunculkan sentimen negatif masyarakat terhadap pemerintah pusat," tegas Junaedi.
Fraksi mengingatkan kembali bahwa lahirnya Undang-Undang Otsus Papua Tahun 2001yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 merupakan solusi meredam dinamika politik di Papua dua dekade lalu.
Fraksi juga menyoroti kondisi dua rumah sakit rujukan di Papua, yakni RSUD Dok 2 dan RSUD Abepura. Meski mengapresiasi respons cepat Gubernur atas persoalan layanan kesehatan, fraksi mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam hal penyediaan anggaran. Anggaran RSUD Dok 2 tahun 2026 tercatat Rp 104,2 miliar, turun Rp 22,5 miliar dibandingkan APBD Perubahan 2025.
"Bagaimana mungkin manajemen dan layanan rumah sakit bisa diperbaiki jika anggarannya justru diturunkan? Prioritas itu bukan apa yang dikatakan, tetapi apa yang dianggarkan," kritik Fraksi Keadilan Pembangunan.
Fraksi juga memperingatkan pemerintah soal membesarnya Belanja Pegawai dalam RAPBD 2026 yang mencapai Rp1,03 triliun, meningkat Rp100,9 miliar atau 9,77 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Porsi belanja pegawai terhadap total belanja APBD mencapai 45,49 persen, jauh di atas batas ideal maksimal 30 persen sesuai Permendagri No. 14 Tahun 2025.
Fraksi kembali menuntut pemerintah menyelesaikan persoalan pegawai yang sudah tidak bertugas di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua, tetapi masih menerima gaji dan tunjangan.
"Jika tidak dibenahi, kondisi ini terus membebani APBD dan menggerus anggaran pembangunan serta layanan publik," tegasnya.