kota-jayapura

Perdasi Satu Hari Tanpa Nasi, Langkah Kecil Bangkitkan Ekonomi dan Lestarikan Pangan Lokal Papua

Senin, 21 April 2025 | 10:40 WIB
Ketua DPRP Denny Henrry Bonai. (CEPOSONLINE.COM/KAREL)

CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA- Di tengah lesunya kondisi ekonomi Papua pasca pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB), muncul sebuah inisiatif tak biasa namun penuh makna dari Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

Dimana salah satu dari 14 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) dan Rancangan Peraturan Khusus (Raperdasus) yang dimasukkan dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun 2025 adalah Raperdasi Tentang Satu Hari Tanpa Nasi.

Bagi sebagian orang, gagasan ini terdengar nyeleneh. Sebab bagaimana mungkin masyarakat Indonesia khususnya di Papua yang sejak kecil akrab dengan nasi sebagai makanan pokok didorong untuk menghindarinya, meski hanya satu hari.

Namun di balik hal itu, Ketua DPR Papua Denny Henrry Bonai selaku penggagas dari Raperdasi tersebut justru melihat ini sebagai solusi konkret menghadapi persoalan besar krisis ekonomi yang menghimpit Papua saat ini.

"Ekonomi kita saat ini sangat memprihatinkan. Kalau kita tidak mencari akal, maka ke depan kita akan semakin sulit," kata Denny, di ruangan kerjanya Rabu (16/4).

Kader Partai Golkar ini menuturkan, ide ini lahir dari hasil reses di berbagai daerah, mendengarkan keluh kesah rakyat kecil, pelaku usaha, dan akademisi yang menyuarakan keresahan terhadap kondisi ekonomi Papua yang semakin terpuruk.

Terutama setelah pemekaran DOB, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Papua turun drastis dari belasan triliun menjadi hanya sekitar Rp2 triliun. Di sisi lain, pemerintah pusat menerapkan kebijakan efisiensi anggaran, menambah beban bagi Papua induk. Dalam situasi inilah, Denny menilai perlu ada langkah inovatif berbasis potensi lokal.

"Kita kaya akan pangan lokal, diberbagai pasar tradisional, mama mama Papua, menjuak berbagai makanan lokal, seperti umbi umbian, maupun hal lainnya, namun sayangnya selama ini kurang dimanfaatkan," ujarnya.

Tidak hanya sekedar tidak dimanfaatkan, ini juga berdampak pada omset mereka, karena menganggap pangan lokal ini bukan satu satunya solusi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Akhirnya yang terjadi kian hari pedagang pangan lokal di berbagai pasar tradisional makin berkurang ini tentunya akan menambah beban, mereka dalam memenuhi kebutuhan ekonominya," kata Deni.

Jika hal ini terus dibiarkan maka, ekonomi masyarakat akan terus merosot, tentu jika hal ini terjadi maka, juga akan berdampak pada pembangunan Papua yang terus melambat. "Kalau kita tidak memikirkan ini dari sekarang maka ekonomi kita kedepan akan semakin parah," tandasnya.

Satu Hari Tanpa Nasi bukan sekadar larangan konsumsi, melainkan ajakan untuk kembali ke akar budaya Papua makanan lokal seperti sagu, kasbi (singkong), dan berbagai umbi-umbian. "Ini bukan cuma tentang pangan, tapi juga tentang nilai adat dan budaya," tegas Denny.

Regulasi ini nantinya tidak hanya menyentuh aspek konsumsi, tetapi juga menyasar ketahanan dan ekonomi pangan secara menyeluruh. Raperdasi akan mengatur harga jual pangan lokal melalui peraturan gubernur. Hal ini bertujuan untuk memastikan kestabilan pasar dan keuntungan bagi semua pihak, termasuk para pedagang yang berjualan di pasar tradisional.

"Nanti kita akan atur sistem penjualannya, misalnya pedangang menytokan jualannya di Kooprasi nanti dari kooprasilah uang akan memasarkan itu kepada masyarakat luas," jelasnya.

Denny juga menjelaskan bahwa Raperdasi Satu Hari Tanpa Nasi akan selaras dengan program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto. Dalam program tersebut, akan diatur hari khusus di mana MBG menggunakan bahan pangan lokal Papua, bukan nasi. Ini bukan hanya soal memenuhi gizi anak-anak, tapi juga memupuk rasa bangga terhadap budaya sendiri.

Halaman:

Tags

Terkini

Ringroad Longsor Lagi, Akses Ditutup Total

Kamis, 11 Desember 2025 | 08:01 WIB