*Polda Papua Tegaskan Tak Ada Penyerangan Markas KKB di Kiwirok
JAYAPURA-Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Papua telah menurunkan tim ke Kabupaten Pegunungan Bintang terkait perisitiwa yang terjadi di Distrik Kiwirok pada tanggal 13 September 2021 lalu.
Tim Komnas HAM Papua ini berada di Pegunungan Bintang selama lima hari yaitu dari tanggal 11 hingga 15 Oktober 2021.
Dari hasil pemantauan awal Komnas HAM di Pegunungan Bintang, terdapat empat bangunan Puskesmas yang dibakar di empat distrik di daerah tersebut.
Adapun 4 distrik yang bangunan Puskesmasnya dibakar yakni Distrik Kiwirok, Okika, Okiyo dan Distrik Oklip.
Staf Komnas HAM Papua, Nareki Kogoya menyampaikan, pembakaran bangunan Puskesmas tersebut imbas dari kejadian di Distrik Kiwirok. Akibatnya, ada ratusan tenaga kesehatan (nakes) di beberapa distrik di Pegunungan Bintang memilih mengamankan diri di Oksibil ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang.
“Berdasarkan informasi dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pegunungan Bintang, kondisi tenaga kesehatan yang dikontrak rata-rata sudah kembali ke Oksibil. Mereka merasa tidak aman. Namun sebagian ASNnya masih berada di tempat,” jelas Nareki Kogoya kepada Cenderawasih Pos, Senin (18/10).
Akibat dibakarnya empat Puskesmas dan tidak adanya nakes, mengakibatkan lumpuhnya pelayanan kesehatan di empat tersebut. “Untuk di empat distrik ini, nakes kontrak dan ASN-nya sudah ditarik. Ini sebagaimana informasi sementara yang didapat Komnas HAM saat melakukan pemantauan selama lima hari di Oksibil pasca insiden yang terjadi di Distrik Kiwirok,” tutup Nareki Kogoya.
Sub Koordinator Bidang Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Papua Melchior S Weruin menyampaikan bahwa tim Komnas HAM tidak sampai pada distrik terkait. Informasi yang didapatkan atas penyampaian Kepala Dinas Kesehatan Pegunungan Bintang kepada tim Komnas HAM yang ada di Pegunungan Bintang.
Tidak adanya pelayanan kesehatan tersebut, sangat disayangkan. Pasalnya menurut Melki, ketika kondisi dimana tidak ada pelayanan kesehatan terhadap warga negara yang menjadi tanggung jawab negara, maka bisa dibilang itu adalah pelanggaran HAM.
“Bisa dibilang itu adalah pelanggaran HAM dalam konteks masyarakat tidak menerima haknya untuk mendapat akses kesehatan yang layak. Misalnya, dalam kondisi ada yang sakit dan membutuhkan penanganan medis namun tidak bisa terpenuhi lantaran tidak adanya pelayanan, negara harus memastikan dalam kondisi apapun pelayanan dasar kemanusiaan, kesehatan, pendidikan harus ada jaminan kepastian dan dia harus jalan,” tuturnya.
“Kalau kondisinya kosong dan terjadi dalam kurun waktu yang panjang, kita bilang itu pelanggaran HAM. Karena negara tidak melakukan sesuatu yang menjadi kewajiban atau tugasnya,” sambungnya.
Namun lanjut Melki, ini adalah alasan situasi keamanan yang tidak bisa berbicara seperti membalikkan telapak tangan.
“Kita berharap dan meminta supaya negara segera memastikan kondisi keamanan di Pegunungan Bintang. Sehingga pelayanan publik terutama isu kesehatan dan pendidikan tetap berjalan. Jangan sampai ada yang sakit parah lalu meninggal hanya karena tidak adanya pelayanan kesehatan di daerah tersebut,” pungkasnya.