• Minggu, 21 Desember 2025

KNPB Serukan Referendum Jalan Terbaik Penyelesaian Pelanggaran HAM di Papua

Photo Author
- Rabu, 10 Desember 2025 | 09:58 WIB
Masa aksi dari KNPB dan mahasiswa Uncen saat menggelar aksi mimbar bebas di Tugu Pendidikan Abepura, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Rabu (10/12/2025). CEPOSONLINE.COM/JIMI
Masa aksi dari KNPB dan mahasiswa Uncen saat menggelar aksi mimbar bebas di Tugu Pendidikan Abepura, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Rabu (10/12/2025). CEPOSONLINE.COM/JIMI

CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Papua Kota Jayapura serukan referendum Papua di momentum peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember 2025. Pernyataan referendum ini diungkapkan oleh salah seorang kordinator lapangan (Korlap) Enes Dapla kepada Cenderawasih Pos disela orasinya di Tugu Pendidikan Abepura, distrik Abepura, Kota Jayapura, Rabu (10/12/2025).

Dari pantauan Cenderawasih Pos massa aksi dari KNPB mulai memadati persimpangan Tugu Pendidikan Abepura sekira pukul 09.30 WIT. Arus lalulintas di sekitar lokasi aksi sempat terganggu, namun cepat diatasi oleh aparat keamanan. Disatu sisi, tak sedikit anak kecil terlibat dalam aksi tersebut.

Beberapa sepanduk dan poster dibawa massa aksi bertulis; 'Rip Demokrasi Indonesia', 'Demokrasi adalah topeng kolonial, hukum adalah senjata kolonial, kolonial adalah koruptor, pelanggaran HAM di Papua', 'Indonesia bertanggungjawab atas pelanggaran HAM berat selama 64 tahun di Papua', dan 'Buka Suara Hantu Jahat Mencuri Emas'.

"Kami melakukan aksi ini dalam rangka memperingati hari HAM sedunia. Hari ini adalah hari kesakralan bagi kemanusiaan, terutama kami yang ada di Papua yang selalu merasakan hidup diatas penderitaan dan penindasan kolonial," kata Etnes Dapla kepada Cenderawasih.

Etnes mengungkapkan bahwa selama kurang lebih 64 tahun Papua masuk kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak sedikit kasus yang terjadi diatas tanah ini. Penderita, penyiksaan dan masih banyak kasus berat lainya yang tidak diungkapkan oleh media dan LSM.

"Sampai hari ini negara belum mampu menyelesaikan satu pun kasus kekerasan besar di Papua diantaranya Abepura Berdarah, Wamena Berdarah, Biak Berdarah, Paniai Berdarah, Nduga Berdarah, Yahukimo Berdarah, Intan Jaya Berdarah dan berbagai tragedi lainnya sehingga membuka ruang bagi tuntutan hak penentuan nasib sendidri bagi bangsa papua secara demokratis dan bermartabat," bebernya.

Ditempat yang sama orator lain juga menuntut negara membuka akses penuh bagi lembaga-lembaga independen, termasuk Komnas HAM, LSM kemanusiaan, media nasional maupun internasional, agar dapat melakukan pemantauan objektif terhadap situasi HAM di Papua.

Selain itu massa aksi juga meminta pemerintah untuk membangun mekanisme dialog yang bermartabat dan setara, dengan melibatkan perwakilan rakyat Papua, tokoh adat, tokoh gereja, dan organisasi masyarakat sipil, sebagai jalan penyelesaian damai dan berkeadilan atas konflik berkepanjangan di Papua.

Ungkap orator dalam orasinya, solusi penyelesaian pelanggaran HAM Papua bukan tentang kesejahteraan, tapi lebih dari itu manusia dan alam Papua butuh diselamatkan.

"Manusia Papua dan alamnya bisa sejahtera dengan sendirinya, asalkan berikan kedaulatan agar kami menentukan nasib kami sendiri melalui referendum, bukan tawaran kesejahteraan yang kami minta," tukasnya. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lucky Ireeuw

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ringroad Longsor Lagi, Akses Ditutup Total

Kamis, 11 Desember 2025 | 08:01 WIB
X