CEPOSONLINE.COM, JAYAPURA - dr. Dian Nirmala Sirait, Sp.BA, FIAPS yang merupakan dokter spesialis bedah anak di Papua mengungkapkan bahwa saat ini angka bayi yang lahir tanpa lubang anus di Papua masih tinggi.
“Selama empat tahun terakhir, kami di Papua telah menangani lebih dari 750 kasus bedah anak, dengan kasus terbanyak berasal dari kelainan bawaan (congenital anomalies) yaitu 85%”. Dimana 50 % adalah kelainan bayi lahir tanpa lubang anus (malformasi anorektal) dan penyakit Hirschsprung (usus besar tidak memiliki saraf) sebesar 23%,”ujar dr. Dian saat menjadi pembicara di ISCADB 2025 Yogyakarta, pada Senin dan Selasa, 3-4 November dalam rilisnya.
Dian menjadi satu-satunya dokter dari Papua yang memberi materi dalam ajang ilmiah bergengsi The 6th International Symposium on Congenital Anomaly and Developmental Biology (ISCADB) 2025. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM dan Kolegium Bedah Anak Indonesia ini menghadirkan berbagai pakar nasional dan internasional di bidang kelainan bawaan dan biologi perkembangan anak.
Pembicara internasional di antaranya Prof.Dame Sue Hill (Inggris), Prof Christian G(Belanda), Prof. Shintaro Yagi, Prof. Go Miyano, Dr.Hironori Kudo dan Dr. Kouji Nagata (Jepang). Dian yang bekerja di RSUD Jayapura sendiri membawa isu terkait Pediatric Surgery in Papua: Navigating and Overcoming Resource Constraint.
Ini menyangkut perjalanan dan tantangan pelayanan bedah anak di wilayah Papua dengan keterbatasan sumber daya. Dian memaparkan ada berbagai hambatan yang dihadapi yaitu keterbatasan sumber daya manusia, fasilitas seperti ruang bayi, obat-obat dan peralatan medis yang terbatas.
Juga kondisi geografis Papua yang dapat menyebabkan keterlambatan pasien mendapatkan penanganan awal. Dian menekankan pentingnya inovasi lokal dan kolaborasi lintas profesi untuk memastikan pelayanan kesehatan Bedah anak tetap berjalan, meskipun fasilitas dan tenaga ahli masih sangat terbatas.
Pendekatan yang dilakukan salah satunya dengan telemedicine dan telekonsultasi, di mana ketika ada dokter spesialis anak, dokter umum maupun perawat di seluruh pelosok Papua mendapatkan pasien dengan kelainan bawaan anak dapat langsung menghubungi untuk berkonsultasi sehingga tidak terjadi keterlambatan penanganan awal.
Kolaborasi dan dukungan penuh dari Pemerintah Daerah pelayanan Bedah Anak ini dapat menyentuh dan berdampak baik bagi seluruh anak di Papua termasuk di pedalaman. Ketua Kolegium Bedah Anak Indonesia Prof. dr. Gunadi, Ph.D, Sp.BA, Subsp.D.A(K) menyampaikan Keikutsertaan dr. Dian mewakili wilayah Papua mencerminkan komitmen Kolegium Bedah Anak dalam mendorong pemerataan kesempatan bagi seluruh dokter bedah anak di Indonesia untuk berperan aktif dalam forum ilmiah nasional maupun internasional. (*)