CEPOSONLINE.COM,JAYAPURA — Pemerintah Kota Jayapura menegaskan bahwa penyebaran HIV/AIDS di wilayahnya kini sudah dalam kondisi darurat. Hal itu disampaikan oleh Wakil Wali Kota Jayapura sekaligus Pelaksana Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Jayapura, Rustan Saru, saat menutup kegiatan Pelatihan Konseling HIV/AIDS Tahun 2025, mewakili Wali Kota Jayapura Abisai Rollo di Hotel Horison Kotaraja, Jumat (31/10/2025).
Rustan mengatakan, data KPA menunjukkan peningkatan kasus HIV/AIDS yang cukup mengkhawatirkan di Kota Jayapura.
“Kota Jayapura ini sudah darurat HIV. Berdasarkan data KPA, kita berada di posisi pertama di Provinsi Papua dengan total 8.864 kasus akumulatif selama 30 tahun terakhir. Posisi kedua ditempati Kabupaten Jayapura,” ungkapnya.
Menurutnya, upaya menekan angka penularan HIV harus dilakukan secara menyeluruh dan terkoordinasi lintas sektor. “Kita tidak bisa bekerja sendiri. Harus satu komando, satu tujuan. Jika ingin mencapai target zero HIV tahun 2030, semua pihak harus bergerak mulai dari dinas kesehatan, sekolah, keluarga, hingga tokoh masyarakat,” tegas Rustan.
Ia juga mengingatkan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi anak-anak dan menjaga perilaku sehat di lingkungan keluarga maupun sekolah. “Petugas kesehatan harus jujur mencatat data di lapangan, sementara para orang tua juga wajib memantau pergaulan anak-anaknya. Pencegahan dimulai dari rumah,” ujarnya.
Rustan menyoroti pula meningkatnya kasus penularan HIV pada ibu rumah tangga akibat perilaku suami yang tidak setia. “Jangan sampai ibu-ibu jadi korban karena ulah suami yang tidak jujur. Suami harus bertanggung jawab dan tidak melakukan hubungan seks sembarangan. Salah satu upaya memutus rantai penularan adalah melalui pelatihan konseling seperti ini,” katanya menekankan.
Sebagai langkah pencegahan dini, Rustan mengungkapkan bahwa Pemkot Jayapura akan memperluas pemeriksaan HIV dan narkoba bagi kalangan pelajar.
“Mulai tahun depan, siswa SMA dan SMK sederajat akan diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan. Kalau tidak ikut periksa, tidak boleh mengikuti ujian. Ini agar kita tahu sejak dini siapa yang terpapar HIV atau narkoba,” jelasnya.
Ia menambahkan, kebijakan tersebut membutuhkan perencanaan dan penganggaran yang matang agar bisa berjalan efektif. Pasien HIV pun, lanjutnya, harus mendapat perlakuan profesional dan penuh kerahasiaan.
“Yang terdeteksi HIV harus mendapat pengobatan dan konseling yang baik. Privasi mereka harus dijaga, tanpa diskriminasi,” tegasnya.
Sebagai Ketua PMI Kota Jayapura, Rustan juga menyinggung pentingnya pemeriksaan darah pendonor sebagai bagian dari upaya pencegahan penyakit menular seksual melalui transfusi darah. “Semua darah yang didonorkan diperiksa untuk mendeteksi penyakit menular seperti sifilis dan infeksi lainnya,” ujarnya.
Rustan Saru juga menegaskan pentingnya verifikasi data kasus HIV agar penanganan di lapangan bisa tepat sasaran. “Data yang kita terima harus diverifikasi ulang apakah orangnya masih ada, sudah meninggal, atau pindah. Jangan asal terima data mentah. Ini tanggung jawab kita bersama,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Panitia sekaligus Sekretaris KPA Kota Jayapura, H. Irawadi, SH.,M.Si., menambahkan bahwa pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan dalam memberikan layanan konseling HIV. “Kami ingin melatih peserta agar mampu memberikan konseling yang tidak menghakimi, bebas diskriminasi, dan membangun kepercayaan dengan klien. Konselor harus bisa menjadi pendengar yang empatik dan membantu klien mengambil keputusan dengan tenang,” jelasnya.