MERAUKE-Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Aneka Usaha Malind Kanamin yang telah dibentuk awal tahun 2020 lalu berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Merauke kini mengalami kekurangan modal. Pasalnya, selain masih ngutang ke pemilik beras sebesar Rp 1 miliar lebih, perusahaan daerah tersebut terancam diusir dari sebuah rumah yang selama 1 tahun ini dijadikan kantor di Jalan Pendidikan.
Pasalnya, pihak BUMD belum membayar uang sewa rumah tersebut. Hal ini terungkap dalam rapat resmi antara Direktur BUMD Aneka Usaha malind Kanamin dengan Komisi B DPRD Kabupaten Merauke yang dihadiri Sekda Ruslan Ramli di ruang sidang DPRD Kabupaten Merauke, Selasa (8/6).
Rapat tersebut dipimpin Ketua Komisi B Drs. Lukas Patrow, SH. Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke Ruslan Ramli seusai rapat tersebut mengungkapkan bahwa pihaknya diundang untuk bagaimana dukungan anggaran di tahun 2021 terhadap BUMD Aneka Usaha Malind Kanamin.
“Seperti yang kita ikuti tadi bahwa ada kewajiban-kewajiban dari perusahaan ini yang belum bisa diselesaikan termasuk sewa kantornya. Sehingga memang itu cukup memprihatinkan. Kita berharap dengan sedikit penyertaan modal tahun lalu, perusahaan bisa survive tapi ternyata itulah kondisi yang terjadi,” kata Ruslan Ramli.
Tahun 2020, Pemkab Merauke memberikan modal Rp 2 miliar ke BUMD Aneka Usaha. Sedangkan di tahun 2021 ini, jelas Ruslan, Pemkab Merauke mengalokasikan penyertaan modal Rp 10 miliar. Namun peruntukannya akan dimintakan kebijakan ke bupati, berapa untuk Bank Papua, berapa ke BUMD Malind Kanamin dan berapa ke PDAM.
“Tapi kita masih menunggu pak bupati, bagaimana kebijakan dalam melihat persoalan ini,’’ terangnya.
Sekda Ruslan Ramli menjelaskan bahwa dirinya telah menggarisbawahi bahwa meski ini perusahaan daerah, namun harus berorientasi profit. Diharapkan dengan adanya uang yang disertakan, ada keuntungan meski ini diakui tahun pertama masih banyak kekurangan paling tidak sudah menunjukan laporan keuangannya yang positif.
“Tapi, ini masih ada beban kepada masyarakat dan masih ada beras yang dikirim ke Jawa yang belum dibayar. Persoalan-persoalan ini seharusnya tidak perlu terjadi. Makanya tadi saya katakan, jangan terlalu banyak membuat MoU tapi bagaimana membuat momerandum of agreement supaya apa yang sudah disepakati misalnya penjualan beras dan sistem pembayarannya harus diatur dengan jelas,’’ terangnya.
Di tempat sama, Sekretaris Komisi B Prayogo mengungkapkan bahwa rapat ini dalam rangka RDP dan evaluasi terhadap penyertaan modal yang dikeluhkan oleh BUMD Malind Kanamin tersebut sekaligus mengevaluasi kinerja dari perusahaan tersebut.
“Untuk penyertaan modal sesuai dengan Perda sebesar Rp 46 miliar. Tapi itu tidak diatur dalam beberapa tahun. Tapi, kewajiban kita untuk memberikan setiap tahun sesuai kemampuan daerah. Nah, penyertaan modal ini tidak serta merta menjadi hak dari BUMD tapi akan mengembalikan nanti ke pemerintah daerah. Sama dengan penyertaan modal di Bank Papua dikembalikan setelah mereka mampu membiayai dari keuntungan mereka,” terangnya.
Menurut Prayoga, dengan penyertaan modal pertama sebesar Rp 2 miliar, seharusnya pihak BUMD mempunyai progress tentang usaha dan punya bugjet keuntungan. “Kalau kita lihat modal yang kita sertakan dari Pemkab masih sangat kecil. Kalau bicara keuntungan, memang belum bisa membiayai kegiatan operasional. Karena ini tahun pertama, dimana kemarin kita anggarkan Rp 5 miliar tapi karena Covid dan adanya recofusing anggaran sehingga hanya terima Rp 2 miliar. Otomatis dengan gaji dan operasional sekitar Rp 640 juta setiap tahunnya, tentu belum bisa menjawab kebutuhan mereka. Sedangkan kita berharap, perusahaan ini bisa mengurai permasalahan beras di daerah ini termasuk produksi ikan kita yang berlimpah,’’ tambahnya. (ulo/tri)